Senin, 26 Desember 2011

impian tinggi

Apakah gila jika kita menetapkan sasaran yang tinggi?. Sasaran yang terlampau tinggi melampaui kekuatan kita?. Jawabannya tentu saja tidak gila. Justru anda adalah orang yang mengerti betul akan potensi besar yang anda miliki.

Coba perhatikan para juara di dunia olahraga. Banyak sekali bertebaran orang yang secara fisik atau kesehatan tidak mendukung untuk juara. Bahkan dikatakan dengan kondisi tubuh seperti itu mustahil bisa juara. Tapi ternyata pada akhirnya mereka menjadi juara-juara dunia.

Kenapa para olaragawan tadi mampu menjadi juara dengan kondisi fisik yang tidak mendukung. Jawabannya sekali lagi karena potensi kekuatan manusia itu tak terbatas. Anda memiliki cukup kekuatan untuk menjadi apa yang anda inginkan, jika anda mau memaksimalkan potensi anda.

Jangan pernah ragu untuk menetapkan sebuah sasaran yang tinggi. karena setinggi apapun itu, sebenarnya potensi anda masih jauh lebih tinggi.

Sasaran yang tinggi
Akan mengilhami anda
untuk menciptakan terobosan besar
akhirnya anda menciptakan karya yang spektakuler

Konasi dalam Psikologi



A.     Pengertian Gejala Konasi
          Dalam istilah sehari-hari konasi disebut juga dengan kehendak atau hasrat. Kehendak ialah suatu fungsi jiwa untuk dapat mencapai sesuatu. Kehendak ini merupakan kekuatan dari dalam,dan tampak dari luar sebagai gerak-gerik. Dan hasrat ialah suatu keinginan tertentu yang dapat diulang-ulang. Tenaga-tenaga yang kita gunakan dalam istilah itu sebagai suatu tenaga atau suatu kekuatan yang mendorong kita supaya bergerak dan berbuat sesuatu[1]
Konasi disebut juga dengan kemauan yang merupakan salah satu fungsi hidup kejiwaan manusia, dapat diartikan sebagai aktivitas psikis yang mengandung usaha aktif dan berhubungan dengan pelaksanaan suatu tujuan. Tujuan adalah titik akhir dari gerakan yang menuju pada suatu arah. Adapun tujuan kemauan adalah pelaksanaan suatu tujuan yang mana harus diartikan dalam suatu hubungan. Missalnya seseorang yang mempunyai tujuan untuk menjadi sarjana dengan dasar kemauan, ia belajar dengan tekun walaupun mungkin sambil bekerja.[2]

1.      Ciri-ciri Hasrat
a.       Hasrat merupakan motor penggerak perbuatan dan kelakuan manusia.
b.      Hasrat berhubungan erat dengan tujuan tertentu baik positif maupun negative. Positif berarti mencapai barang sesuatu yang dianggap berharga atau berguna baginya. Sedang negative berarti menghindari sesuatu yang dianggap tidak mempunyai harga atau guna baginya.
c.       Hasrat selamanya tidak terpisah dari gejala mengenal(kognisi) dan perasaan(emosi).
d.      Hasrat diarahkan kepada penyelenggaraan suatu tujuan

2.      Pembagian Gejala-gejala Hasrat
Gejala hasrat dapat dibagi menjadi dua yaitu:

2.1  Hasrat yang berpusat pada kejasmanian
Hasrat ini terjadi pada hewan, tumbuhan, maupun pada manusia.Gejala hasrat ini berhubungan dengan gerak dan perbuatan yang berpusat pada kejasmanian antara lain:
a.       Tropisme
Tropisme adalah peristiwa yang menyebabkan timbulnya gerak suatu arah tertentu. Gejala tropisme terdapat pada hewan dan tumbuhan.Dengan adanya jenis perangsang yang berbeda, maka tropisme dapat dibedakan menurut jenis perangsangnya, antara lain:
1.      Foto tropisme (fotos = cahaya)
Foto tropisme yaitu tropisme yang timbul karena adanya perangsang cahaya menurut arah geraknya, foto tropisme dapat dibedakan atas :
• Foto-tropisme, positif, yaitu gerak mengarah cahaya.missalnya tumbuh-tumbuhan mengarah kepada matahari, laron menyongsong sinar
  Foto tropisme Negatif yaitu bergerak menghindari perangsang cahaya. Missalnya jenis ikan laut tertentu yang selalu menjauhi cahaya
2.      Helio-tropisme (helios = matahari)
Yaitu tropisme yang timbul karena perangsang matahari. Menurut arah geraknya helio tropisme dapat dibedakan :
• Helio tropisme positif, yaitu bergerak mengarah matahari. Missalna bunga matahari
• Helio- tropisme negative, yaitu bergerak menghindari matahari. Missalnya kelalawar
b.      Refleks
Refleks adalah gerak reaksi yang tidak disadari terhadap perangsang
Ciri0ciri gerak reflex:
1.      Pada gerak refleks terdapat hubungan erat antara perangsang dan reaksi, yakni reaksi terhadap perangsang itu.
2.      Gerak refleks berlangsung di luar kesadaran (tidak disadari)
3.      Gerak refleks bersifat mekanis (bergerak dengan sendirinya) dan tidak mempunyai tujuan tertentu.
4.      Sangat terikat oleh perangsang tertentu, boleh dikatakan bahwa tiap jenis perangsang tertentu menimbulkan gerak refleks tertentu.
5.      Tidak berhubungan dengan pusat susunan urat syaraf dan talian dengan susunan syaraf, yakni sungsum tulang belakang.
6.      Gerak refleks merupakan cara bertindak tertentu yang dibawa sejak lahir.
c.       Instink
Instink adalah kemampuan berbuat tertentu dibawa sejak lahir yang tertuju pada pemuasan. Adapun ciri-ciri instink :
1.      Instink lebih majemuk dari refleks. Gerak-gerak instingtif lebih kompleks daripada gerak-gerak refleks yang serba terikat dengan jenis perangsang.
2.      Instink merupakan kemampuan untuk bergerak kepada suatu tujuan dengan tidak memerlukan latihan lebih dahulu.
3.      Gerak instinktif merupakan pembawaan, kemampuan alami yang dibawa sejak lahir, jadi bukannya kecakapan yang diperoleh dari pengalaman dan latihan.
4.      Gerak instinktif berjalan secara mekanis (berjalan dengan sendirinya), berjalan tanpa menggunakan kesadaran dan pertimbangan.
5.      Instink sedikit banyak dapat dilatih atau diubah, disesuaikan dengan keadaan-keadaan baru.
6.      Gerak instinktif berakar pada dorongan nafsu dan dorongan-dorongan lain untuk mendapatkan pemuasan.
7.      Gerak instinktif sejak lahir tetap, tidak berubah , sedang instink pada manusia berubah.
d.      Automatisme
Automatisme adalah gejala-gejala yang menimbulkan gerak-gerik yang terselenggara dengan sendirinya, ada dua macam automatisme:
a)     Automatisme asli :ialah gerak automatis yang tidak digerakkan oleh gejala hasrat, missalnya : Gerak jantung, paru-paru.
b)    Automatisme latihan ialah gerak-gerak yang berjalan secara automatis karena seringnya gerak-gerak itu diulang, missalnya : berjalan, bersepeda.
e.       Kebiasaan:
Kebiasaan adalah gerak perbuatan yang bergerak dengan lancar dan seolah-olah berjalan dengan sendirinya.

Kesetaraan Gender

Keadilan adalah gagasan paling sentral sekaligus tujuan tertinggi yang diajarkan setiap agama dan kemanusiaan dalam upaya meraih cita-cita manusia dalam kehidupan bersamanya.

Abu Bakar al Razi (wafat 865 M), pemikir besar Islam pada masanya, menegaskan, "Tujuan tertinggi kita diciptakan dan ke mana kita diarahkan bukanlah kegembiraan atas kesenangan fisik, tetapi pencapaian ilmu pengetahuan dan praktik keadilan." Jauh sebelumnya filsuf klasik Aristoteles mengemukakan, "Keadilan adalah kebajikan tertinggi yang di dalamnya setiap kebajikan dimengerti."

Dalam konteks Islam, sentralitas ide keadilan dibuktikan melalui penyebutannya di dalam Al Quran lebih dari 50 kali dalam beragam bentuk. Di samping menggunakan kata al รข€™Adl, kitab suci tersebut juga menggunakan kata lain yang maknanya identik dengan keadilan, seperti al qisth, al wasath (tengah), al mizan (seimbang), al sawa/al musawah (sama/persamaan), dan al matsil (setara). Lebih dari itu keadilan menjadi nama bagi Tuhan dan tugas utama kenabian.

Teks-teks suci Islam yang di dalamnya disebut kata adil atau keadilan memperlihatkan bahwa ia merupakan gabungan nilai moral dan sosial yang menunjukkan kejujuran, keseimbangan, kesetaraan, kebajikan, dan kesederhanaan. Nilai moral ini menjadi inti visi agama yang harus direalisasikan manusia dalam kapasitasnya sebagai individu, keluarga, anggota komunitas, maupun penyelenggara negara.

Antonim keadilan adalah kezaliman (al zhulm), tirani (al thugyan), dan penyimpangan (al jawr). Hal ini menunjukkan keadilan memiliki dua sisi yang harus diperjuangkan simultan: menciptakan moralitas kemanusiaan yang luhur dan menghapuskan segala bentuk penderitaan.

Keadilan bagi perempuan

Keadilan secara umum didefinisikan sebagai "menempatkan sesuatu secara proporsional" dan "memberikan hak kepada pemiliknya". Definisi ini memperlihatkan, dia selalu berkaitan dengan pemenuhan hak seseorang atas orang lain yang seharusnya dia terima tanpa diminta karena hak itu ada dan menjadi miliknya.

Dalam konteks relasi jender, wujud pemenuhan hak atas perempuan masih merupakan problem kemanusiaan yang serius. Realitas sosial, kebudayaan, ekonomi dan politik masih menempatkan perempuan sebagai entitas yang direndahkan. Persepsi kebudayaan masih melekatkan stereotipe yang merendahkan, mendiskriminasi dan memarjinalkan mereka.

Satu-satunya potensi perempuan yang dipersepsi kebudayaan adalah tubuhnya. Pandangan ini pada gilirannya mendasari perspektif kebudayaan tubuh perempuan seakan sah dieksploitasi, secara intelektual, ekonomi dan seksual, melalui beragam cara dan bentuknya di ruang privat maupun publik.

Laporan Komisi Nasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan tahun 2006 yang membukukan 22.350 kasus kekerasan terhadap kaum perempuan.

Demikianlah perempuan masih menjadi korban kebudayaan yang dirumuskan berdasarkan ideologi patriarkhis dan serba maskulin. Maka, keadilan bagi perempuan tampak masih sebatas sebagai retorika. Lalu ke arah mana perempuan korban ketidakadilan tersebut harus diakhiri?

Gagal memenuhi

Komunitas dunia sepakat, ketidakadilan harus diakhiri melalui diktum hukum, termasuk fikih.

Hal yang diidealkan dari hukum adalah keputusannya memastikan tercapainya keadilan substansial. Tetapi, produk perundangan dan fikih tidak selamanya melahirkan keadilan bagi korban (perempuan).

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI), misalnya, belum mengafirmasi keadilan bagi perempuan.

Dalam konteks Islam, menarik mengemukakan pandangan ahli hukum Islam klasik; Ibnu al Qayyim al Jauziyah (w. 1350 M). Dia mengatakan, tidak masuk akal jika hukum Islam menciptakan ketidakadilan, meskipun dengan mengatasnamakan teks ketuhanan. Jika ini terjadi, pastilah pemaknaan dan rumusan hukum positif tersebut mengandung kekeliruan.

Dia juga mengatakan keadilan manusia harus diusahakan dari mana pun ia ditemukan karena ia juga adalah keadilan Tuhan yang hanya untuk tujuan itulah hukum Tuhan diturunkan. Dengan begitu, interpretasi dan pemaknaan atas teks ketuhanan yang tidak mampu menangkap esensi keadilan harus diluruskan. Pandangan ini juga bisa menjadi rujukan bagi hukum positif lain.

Suara korban

Kegagalan instrumen hukum memenuhi keadilan bagi perempuan lebih disebabkan masih kokohnya pengaruh persepsi dan konstruksi kebudayaan patriarkhis. Adalah niscaya di atas premis kebudayaan dan tradisi ini terminologi hukum dan kebijakan publik, termasuk postulat fikih, harus dibangun.

Dari sinilah kita perlu membangun kembali makna keadilan berdasarkan konteks sosial baru dan dengan paradigma keadilan substantif sebagaimana sudah dikemukakan pada awal tulisan. Penyusunan makna keadilan bagi perempuan dalam konteks ini harus didasarkan pada dan dengan mendengarkan pengalaman perempuan korban. Pemenuhan keadilan bagaimanapun hanya dapat tercapai jika kebudayaan dan tradisi masyarakat menunjukkan pemihakannya kepada korban.

Hal lain yang lebih mendasar adalah pemaknaan keadilan bagi perempuan harus didasarkan pada paradigma hak asasi manusia. Bagi saya, hak asasi manusia bukan saja sejalan melainkan menjadi tujuan keputusan Tuhan.

Perempuan dalam paradigma ini memiliki seluruh potensi kemanusiaan sebagaimana yang dimiliki laki-laki. Dari sini konstruksi sosial baru yang menjamin keadilan jender diharapkan lahir menjadi basis pendefinisian kembali pranata sosial, regulasi, kebijakan politik, dan ekonomi, tidak terkecuali fikih.

Kesimpulan uraian di atas adalah keadilan bagi perempuan mutlak dimaknai kembali sejalan dengan prinsip kemanusiaan, karena keadilan sendiri adalah kemanusiaan.

Selasa, 13 Desember 2011

Langkah-langkah BK

Langkah-langkah dalam Memberikan Bimbingan Konseling di Sekolah

Agar memudahkan Anda melakukan layanan bimbingan dan konseling di sekolah, hendaknya perlu diketahui langkah-langkah yang harus dilakukan dalam memberikan layanan Bimbingan Konseling pada siswa Anda terutama mereka yang mempunyai masalah. Adapun langkah-langkah tersebut meliputi:
 a. Identifikasi Masalah
 Pada langkah ini yang harus diperhatikan guru adalah mengenal gejala-gejala awal dari suatu masalah yang dihadapi siswa. Maksud dari gejala awal disini adalah apabila siswa menujukkan tingkah laku berbeda atau menyimpang dari biasanya. Untuk mengetahui gejala awal tidaklah mudah, karena harus dilakukan secara teliti dan hati-hati dengan memperhatikan gejala-gejala yang nampak, kemudian dianalisis dan selanjutnya dievaluasi. Apabila siswa menunjukkan tingkah laku atau hal-hal yang berbeda dari biasanya, maka hal tersebut dapat diidentifikasi sebagai gejala dari suatu masalah yang sedang dialami siswa. Sebagai contoh, Benin seorang siswa yang mempunyai prestasi belajar yang bagus, untuk semua mata pelajaran ia memperoleh nilai diatas rata-rata kelas. Dia juga disenangi teman-teman maupun guru karena pandai bergaul, tidak sombong, dan baik hati. Sudah dua bulan ini Benin berubah menjadi agak pendiam, prestasi belajarnyapun mulai menurun. Sebagai guru Bimbingan Konseling, ibu Heni mengadakan pertemuan dengan guru untuk mengamati Benin. Dari hasil laporan dan pegamatan yang dilakukan oleh beberapa orang guru, ibu Heni kemudian melakukan evaluai berdasarkan masalah Benin dengan gejala yang nampak. Selanjutnya dapat diperkirakan jenis dan sifat masalah yang dihadapi Benin tersebut. Karena dalam pengamatan terlihat prestasi belajar Benin menurun, maka dapat diperkirakan Benin sedang mengalmi masalah ” kurang menguasai materi pelajaran “. Perkiraan tersebut dapat dijadikan sebagai acuan langkah selanjutnya yaitu diagnosis.

b. Diagnosis
 Pada langkah diagnosis yang dilakukan adalah menetapkan ” masalah ” berdasarkan analisis latar belakang yang menjadi penyebab timbulnya masalah. Dalam langkah ini dilakukan kegiatan pengumpulan data mengenai berbagai hal yang menjadi latar belakang atau yang melatarbelakangi gejala yang muncul. Pada kasus Benin, dilakukan pengumpulan informasi dari berbagai pihak. Yaitu dari orang tua, teman dekat, guru dan juga Benin sendiri. Dari informasi yang terkumpul, kemudian dilakukan analisis maupun sistesis dan dilanjutkan dengan menelaah keterkaitan informasi latar belakang dengan gejala yang nampak. Dari informasi yang didapat, Benin terlihat menjadi pendiam dan prestasi belajamya menurun. Dari informasi keluarga didapat keterangan bahwa kedua orang tua Benin telah bercerai. Berdasarkan analisis dan sistesis, kemudian diperkirakan jenis dan bentuk masalah yang ada pada diri Benin yaitu karena orang tuanya telah bercerai menyebabkan Benin menjadi pendiam dan prestasi belajarnya menurun, maka Benin sedang mengalami masalah pribadi.

c. Prognosis
 Langkah prognosis ini pembimbing menetapkan alternatif tindakan bantuan yang akan diberikan. Selanjutanya melakukan perencanaan mengenai jenis dan bentuk masalah apa yang sedang dihadapi individu. Seperti rumusan kasus Benin, maka diperkirakan Benin menghadapi masalah, rendah diri karena orang tua telah bercerai sehingga merasa kurang mendapat perhatian dari mereka. Dari rumusan jenis dan bentuk masalah yang sedang dihadapi Benin, maka dibuat alternatif tindakan bantuan, seperti memberikan konseling individu yang bertujuan untuk memperbaiki perasaan kurang diperhatikan, dan rendah diri. Dalam hal ini konselor menawarkan alternatif layanan pada orang tua Benin dan juga Benin sendiri untuk diberikan konseling. Penawaran tersebut berhubungan dengan kesediaan individu Benin sebagai orang yang sedang mempunyai masalah (klien). Dalam menetapkan prognosis, pembimbing perlu memperhatikan: 1) pendekatan yang akan diberikan dilakukan secara perorangan atau kelompok 2) siapa yang akan memberikan bantuan, apakah guru, konselor, dokter atau individu lain yang lebih ahli 3) kapan bantuan akan dilaksanakan, atau hal-hal apa yang perlu dipertimbangkan.

Apabila dalam memberi bimbingan guru mengalami kendala, yaitu tidak bisa diselesaikan karena terlalu sulit atau tidak bisa ditangani oleh pembimbing, maka penanganan kasus tersebut perlu dialihkan penyelesainnya kepada orang yang lebih berwenang, seperti dokter, psikiater atau lembaga lainnya. Layanan pemindahtanganan karena masalahnya tidak mampu diselesaikan oleh pembimbing tersebut dinamakan dengan layanan referal. Pada dasarnya bimbingan merupakan proses memberikan bantuan kepada pihak siswa agar ia sebagai pribadi memiliki pemahaman akan diri sendiri dan sekitarnya, yang selanjutnya dapat mengambil keputusan untuk melangkah maju secara optimal guna menolong diri sendiri dalam menghadapi dan memecahkan masalah, dan siswa atau individu yang mempunyai masalah tersebut menetukan alternatif yang sesuai dengan kemampuannya.

d. Pemberian Bantuan
 Setelah guru merencanakan pemberian bantuan, maka dilanjutkan dengan merealisasikan langkah-langkah alternatif bentuk bantuan berdasarakn masalah dan latar belakang yang menjadi penyebanya. Langkah pemberian bantuan ini dilaksanakan dengan berbagai pendekatan dan teknik pemberian bantuan. Pada kasus Benin telah direncanakan pemberian bantuan secara individual. Pada tahap awal diadakan pendekatan secara pribadi, pembimbing mengajak Benin menceritakan masalahnya, mungkin pada awalnya Benin akan sangat sulit menceritakan masalahnya, karena masih memiliki perasaan takut atau tidak percaya terhadap pembimbing. Dalam hal ini pembimbing dituntut kesabarannya untuk bisa membuka hati Benin agar mau menceritakan masalahnya, dan menyakinkan kepada Benin bahwa masalahnya tidak akan diceritakan pada orang lain serta akan dibantu menyelesaikannya. Pemberian bantuan ini dilakukan tidak hanya sekali atau dua kali pertemuan saja, tetapi perlu waktu yang berulang-ulang dan dengan jadwal dan sifat pertemuan yang tidak terikat, kapan Benin sebagai individu yang mempunyai masalah mempunyai waktu untuk menceritakan masalahnya dan bersedia diberikan bantuan. Oleh sebab itu seorang pembimbing harus dapat menumbuhkan transferensi yang positif dimana klien mau memproyeksikan perasaan ketergantungannya kepada pembimbing (konselor).

e. Evaluasi dan Tindak Lanjut
 Setelah pembimbing dan klien melakukan beberapa kali pertemuan, dan mengumpulkan data dari beberapa individu, maka langkah selanjutnya adalah melakukan evaluasi dan tindak lanjut. Evaluasi dapat dilakukan selama proses pemberian bantuan berlangsung sampai pada akhir pemberian bantuan. Pengumpulan data dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa teknik, seperti melalui wawancara, angket, observasi diskusi, dokumentasi dan sebagainya. Dalam kasus Benin, pengumpulan data dilakukan dengan wawancara antara pembimbing dengan Benin sendiri, pembimbing dengan orang tua Benin, teman dekat atau sahabat Benin, dan beberapa orang guru. Observasi juga dilakukan terhadap Benin pada jam istirahat, bagaimana Benin bergaul dengan temannya, bagaimana teman-temannya memperlakukan Benin dan sebagainya. Sedang observasi yang dilakukan baik oleh pembimbing maupun guru, yaitu untuk mengetahui aktivitas Benin dalam menerima pelajaran, sikapnya di dalam kelas saat mengikuti pembelajaran. Pembimbing juga berkunjung kerumah Benin guna mengetahui kondisi rumah Benin sekaligus mewawancarai orang tuanya mengenai sikap Benin di rumah Dari beberapa data yang telah tekumpul, kemudian pembimbing mengadakan evaluasi untuk mengetahui sampai sejauh mana upaya pemberian bantuan telah dilaksanakan dan bagaimana hasil dari pemberian bantuan tersebut, bagaimana ketepatan pelaksanaan yang telah diberikan. Dari evaluasi tersebut dapat diambil langkah-langkah selanjutnya; apabila pemberian bantuan kurang berhasil, maka pembimbing dapat merubah tindakan atau mengembangkan bantuan kedalam bentuk yang berbeda

Senin, 21 November 2011

cinta dan cita

Siang yang gagah menjulang ke atas horizon. Sebuah pertanda ketegasan mentari siang itu. Putra percepat jalannya yang sedari tadi lamban. Ia merasakan bahwa waktu begitu cepatnya berlari. Ia tak kan mampu kembali meski ada kantong ajaib Doraemon. Upayanya mengejar cita dan cinta seperti mendapatkan bentangan hambatan yang tak terkira. Kini ia berdiri di sebuah persimpangan jalan kehidupan, sebuah persimpangan jalan yang harus ia pilih. Akankah gerak kakinya ke kanan, ke kiri, atau terus ayunkan ke depan.
Meski ia sudah mengantongi gelar sarjana sosial dari sebuah sekolah tinggi di kotanya, sebuah keironian menimpanya. Status sebagai seorang sarjana tak mendapatkan harga pasti untuk bekerja yang  sesuai dengan jurusannya. Di negeri ini banyak sarjana yang nota-bene terpaksa bertolak belakang dari disiplin ilmunya semasa di perkulihan.
Putra tak menyangka bahwa akhirnya gelar itu bukannya membuat kehidupannya mulus, justru membuat ia gentar menyandangnya. Ia malu. Karena pekerjaan yang ia idamkan tak kunjung tiba di genggamannya. Berbagai lakon kerja ia lakukan. Pernah ia sebagai tukang parkir, tukang sapu, pekerja kasar pada sebuah pabrik, dan tentu saja menjadi seorang pengangguran.
Nasib cintanya juga senada. Cintanya mengembara ke Jakarta, bersama cinta lain yang lebih menjanjikan secara materi. Penghidupan layak menanti cintanya. Berusaha ia mencari info dari teman-temannya, jejaring sosial, dan berbagai sumber lain. Begitu mendapatkan infonya, kembali lagi ia kehilangan kontak.Ia sangat ingin sekali mengejar cinta dan citanya yang dulu pernah membuat hari-harinya indah dan penuh determinasi. Sayang sekarang sudah mulai menyurut.
Wajah manisnya saban hari menghiasi harinya, hampir setiap detik. Saat bangun, beraktivitas, akan tidur hingga di dalam lelapnya tidur. Ia merasa menjadi laki-laki impoten yang bukan idaman perempuan manapun.
Cinta dan citanya seakan terampas, tapi apa daya, Tuhan belum menyentuh harinya yang gelap menjadi terang.
********
“Kring…kring…kring…..,” sebuah nada dari ponsel Putra memanggil. Kali ini senyuman tampak dari bibirnya. Ternyata itu merupakan panggilan dari sebuah perusahaan telekomunikasi. Wawancara!
Pagi ini, tepat pukul sembilan ia harus segera berada di TKP. Waktu benar-benar sangat sempit. Medan, seperti biasanya sama halnya di Jakarta, macat. Karena Putra laki-laki yang lebih dari on-time, hal itu tak membuatnya galau dan terburu-buru. Pukul 7 lewat ia mulai memacu kendaraannya, sebuah kereta kata orang Medan, sepeda motor kata dalam kamus Bahasa Indonesia.
Baru dua kilo perjalanan bannya bocor. Ia kesal dan marah serta mengerutu. Ia berteriak dan mengumpat pada Tuhan. Dengan omelan yang penuh di mulutnya, akhirnya setelah dua puluh menit berjalan mencari tempat tambal ban, ia menumkannya.
***
Pukul 08.15!
Waktu semakin sempit. Keringat ia seka dari wajah kesalnya. Perlahan emosinya mulai redup dan kembali tentram. Ia berdoa dan menunggu giliran.
“Akan gimana hasilnya nanti…..,” begitu kata hatinya.
Wawancara pun dimulai. Semua pertanyaan ia lahap secara baik, setidaknya menurutnya. Kini wawancara singkat tuntas. Tinggal menunggu tahap selanjutnya siang ini dan menuju pengumuman.
Tahapan kedua pun dimulai. Saatnya ujian tertulis. Debar hatinya mulai berdetak kuat. Pompaan darahnya melaju deras. Cemas!
Hasilnya, namanya tercatut di dalam daftar calon karyawan yang lulus, ia berada di urutan dua dari sepuluh yang lulus. Alangkah senangnya dia. Penantiannya terjawab. Sekarang karirnya sudah memasuki masa awal. Bekerja sebagai staf humas di perusahaan telekomunikasi menjadi akar menuju suksesnya.
“Cinta dan cita, akan kujemput kau di sana,” ucapnya tersenyum.