Kamis, 01 November 2012


PEMBAHASAN
A.      Pengertian Kontes Ratu Kecantikan
Menutrut etimologi, kontes diartikan dengan pertandingan kecantikan, ratu ialah raja perempuan, dan kecantikan ialah keelokan. Maka kontes ratu kecantikan mempunyai makna bahwa pertandingan perempuan-perempuan cantik yang kemudian diidentikkan sebagai raja.
Tabaruj adalah pamer kecantikan, pakaian, perhiasan, ucapan, dan lenggak-lenggok ketika berjalan di depan kaum lelaki. Apapun dalilnya, berperilaku dan berpakaian merangsang adalah haram hukumya.[1] Di dalam Al-Qur’an Allah SWT telah menegaskan:
وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهؤلِيَّةِ الْأُوْلَى (الاهزاب: 33)
“ Dan janganlah kamu berhias serta berperilaku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu”( Al-Ahzab:33).
Agama islam mengenal juga keindahan dan kecantikan. Karena memang demikianlah kecenderungan batin manusia.
Pada zaman modern ini kita lihat dan saksikan, ada pemilihan ratu kecantikan yang dilaksanakan oleh daerah tertentu (regional) ada juga pemilihan yang bersifat nasional dan bahkan yang bersifat internasional.
Pemilihan ratu kecantikan, sama dengan pemilihan yang berlaku pada seni suara umpamanya. Semula pesertanya cukup banyak, kemudian dilakukan penyisihan, sampai ketingkat semi final dan final. Dengan demikian akan ditemukan, wanita yang tercantik, yang cantik seterusnya menurut ukuran suatu daerah, nasional (negara), ukuran internasioanal.
Mengenai kontes ratu kecantikan ini, akan dicoba melihatnya dari sudut pandang islam. Untuk mengetahui kecantikan seorang wanita, dibenarkan oleh islam. Namun ada tujuannya, yaitu untuk memilih calon istri, sebagaiman sabda Rosulullah SAW:
تُنْكَحُ اْلمَرْأَةُ لِأَرْبَعِ, لِمَا لِهَا, وَلِحَسَبِهَا, وَ لِجَلِهَا, وَلِدِيْنِهَا فًاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ (رواه البخارى ومسلم, و ابو داود وانسائ)
Wanita itu dinikahi karena empat hal, yaitu karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya. Pilihlah (wanita) yang beragama, niscaya anda makmur (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan an-Nasai).
Dari hadits di atas dapat dipahami, bahwa wanita boleh dilihat dan memperlihatkan diri, apabila ada pria yang ingin melihatnya untuk dijadikan isteri, dengan pengharapan perkawinannya akan langgeng, tidak putus tengah jalan.
Sabda Nabi SAW:
إِذَا خَطَبَ أَحَدَكُمُ الْمَرْأَةَ فَإِنِ اسْتَطَآعَ أَنْ يَنْظُرَ مِنْهَا إِلَى مَا يَدْعُوْهُ إِلَى نِكَاحِهَا فَلْيَفْعَلْ (رواه ابو داود وأحمد)
Apabila seorang di antara kamu meminang wanita, sekiranya ia dapat melihat wanita itu, hendaklah dilihatnya sehingga bertanbah keinginannya, maka lakukanlah (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Kedua hadits di atas hanya menjelaskan tentang kebolehan melihat wanita yang akan dipinang saja, tetapi tidak dijelaskan anggota badan yang boleh dilihat. Anggota badan yang dapat dilihat adalah muka dan telapak tangan. Sebagaimana sabda Rasulullah:
عنْ عَائِشَةَ رَضِىَ اللّهُ عَنْهَا أَنَّ أَسْمَاءَ بِنْتَ أَبِى بَكْرِ دَخَلَتْ عَلَى رَسُوْلِ اللّهِ ص.م وَعَلَيْهَا ثِيَابٌ رِقَاقٌ فَأَعْرَضَ عَنْهَا رَسُوْلُ اللّهِ ص.م  وَ قَالَ لَهَا, يَا أَسْمَاءَ إِنَّ الْمَرأَةَ إِذَا بَلَغَتِ الْمَحِيْضَ لَمْ تَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلاَّهَذَا وَهذَا وَأَشَارَ إِلَى وَجْهِهِ وَكُفَّيْهِ (رواه ابو داود)
Diriwayatkan dari Aisyah, ra. Sesungguhnya Asma biinti Abu Bakar masuk ke rumah Rasulullah SAW, dan (Asma’) memakai pakaian tipis, kemudian Rasuluullah pun memalingkan mukanya seraya berkata: “Ya Asma’, sesungguhnya wamita yang sudah dewasa, tidak pantas (baik) dilihat (dipandang), kecuali hanya ini dan ini, lalu beliau mengisyaratkan kepada muka dan kedua telapak tangan beliau (HR. Abu Daud)
Dari sudut pandang hadits di atas, dan dari aspek-aspek lahiriyah ayat yang telah disebutkan, lebih kurang jelas bahwa wanita tidak wajib menutup wajah atau tangan  ya, dan pria boleh memandang wajah atau tangan wanita bila pandangannya itu tidak brernafsu atau tidak ada kekhawatiran akan terjadinya perbuatan yang menyeleweng.[2]
Kemudian bagaimana pula penampilan wanita itu? Jawabannya adalah berpakaian sopan dan menutup aurat, sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas. Mode pakaian tidak dipersoalkan. Asal saja mode itu sudah berlaku umum untuk wanita. Kenyataannya, memang tidak sama antara satu daerah dengan daerah yang lainnya, dan antara satu negara dengan negara lainnya.
Pakaian tipis jelas tidak dibenakan, walaupun lahiriah menutup aurat dan termasuk juga pakaian ketat, yang kelihatan bentuk (lekukan) tubuh secara nyata.
Mengenai pakaian wanita secara umum telah dikemukakan dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْضَرِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوْجَهُنَّ وَلاَيُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوْبِهِنَّ وَلاَ يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ إِلاَّ لِبُعُوْلَتِهِنَّ أَوْ ءَا بَآ ئِهِنَّ أَوْ ءَا بَآءِ بُعُوْ لَتِهِنَّ أَوْأَبْنَآ ئِهِنَّ أَوْ أَبْنَآءِ بًعًولَتِهِنَّ اَوْ إِحْوَنِهِنَّ أَوْ بَنِى إِخْوَنِهِنَّ أَوْ بَنِى أَخَوَاتِهِنَّ أَوْنِسَآئِهِنَّ أَوْمَامَلَكَتْ أَيْمَنُهُنَّ أَوِالتَّبِعِيْنَ غَيْرِ اُوْلِى الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِالطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوْا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَآءِ وَلَا يَضْرؤبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيَعْلمَ مَا يُخْفِيْنَ مِنْ زِيْنَتِهِنَّ وَ تُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيْعًا أَيُّهاالمُؤْمِنُوْنَ لَعَلَّكُمْ تُقْلِحُوْنَ (سورة النور:31)
Katakanlah kepada wanita yang beriman: hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinhinan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan (menghentakkan) kakinya, agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung (An-Nur:31).
Ayat diatas dengan jelas menyebutkan tentang pakaian wanita dan kepda siapa saja yang boleh diperlihatkan perhiasannya itu. Selain daripada itu juga dijelaskan bagaimana harus berpakaian. Jilbab ialah sejenis baju kurung yang lapang yang dapat menutup kepala, muka dan dada.

B.       Hukum Kontes Ratu Kecantikan
Pagelaran kontes kontes ratu kecantikan bagi kaum perempuan dibolehkan oleh syari’ah Islam bila pelaksanaanya sesuai dengan semangat dan tuntunannya. Dibolehkan ini dimkasudkan karena mereka pantas melakukan pagelaran. Namun dibalik kebolehan melakukan pagelaran melakuka itu, Islam melarang pelaksanaan kontes ratu kecantikan, jika dilakukan menyimpang dari tuntunan syari’ahnya.
Bila dilihat dari tujuannya kontes ratu kecantikan kalau dikaitkan dengan agama maka kelihatnnya tidak ada yang menyentuh, apalagi membawa misi Islam. Jika dilihat dari penampilan seperti pelaksanaannya setengah telanjang, karena pakaian yang dikenakan super mini. Pelarangan ini bukan pada kontesnya, melainkan pada modelnya yang mungkin dapat dikatakan bahwa sebagian besar aurat mereka terbuka. Dan mempertontonkannya baik secara perorangan apalagi dihadapan publik. Rosulullah SAW bersabda:
Dari Abi Hurairah ra. Rasulullah SAW. Bersabda bahwa laki-laki tidak melihat aurat laki-laki, dan perempuan tidak boleh melihat aurat perempuan (HR. Muslim).”
Menurut madhab Maliki, aurat perempuan adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Dan menurut madhab Syafi’i dan Hambali bahwa wajah dan kedua telapak tangan bagian dari aurat, karena wajah merupkan alat ukur ketampanan seorang perempuan, pemikat dan merupkan sumbar fitnah apabila tidak dijaga.
Pamer kecantikan, berpakain seraba minim, mengenakan kain tipis serta berjalan lenggak-lenggok, pinggul tergoyang, sudah menjadi mode wanita masa kini. Secara tegas Alah swt melarang kaum wanita berlebihan dalam berhias dan berdandan[3]. Allah telah berfirman:
وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُغْلَمَ مَا يُخْفِيْنَ مِنْ زِيْنَتِهِنَّ (النور: 31)
“ Dan janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan” (An-Nur:31)
Seorang wanita menghentak-hentakkan kaki agar orang lain mengetahui bahwa di pergelangan kakinya memakai perhiasan, adalah dilarang Allah. Sebab yang demikian bila dilihat dari dampaknya, kegiatan ini mengundang fitnah dan membangkitkan nafsu birahi.
Dilihat dari segi kedudukannya, kontes ratu kecantikan adalah suatu aktifitas yang secara jelas tidak ditemukan dalil yang melarangnya, tetapi cara dan penampilannya dalam kontes tersebut diperhadapkan dengan hukum syari’ah. Kenyataanya implikasi dari kontes harapannya untuk meraih penghargaan yang tertinggi sehingga segala cara dilakukan.
Islam mengecam pemakaian pakaian yang secara umum di anggap buruk dan digunakan oleh sebagian mazhab dan agama lain. Islam mengajak setiap muslim untuk berhias dengan sopan.[4]
Para mufasirin menafsirkan sebuah riwayat dari Ibnu Abbas tentang firman Allah:
وَلاَ يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ إِلاَّ مَا ظَهَرَمِنْهَا
“Dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa tampak daripadanya”. (An-Nur:31).
Sebagian mufasirin mengatakan, “telapak tangan, cincin, dan muka”. Riwayat Ibnu Umar menyebutkannya, “wajah dan dua telapak tangan”. Riwayat Anas mengatakan, telapak tangan dan jari”. Ibnu Hazm berkata, semua riwayat ini sangat sahih.” [5]
Berdasrkan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang ditetapkan dalam keputusan fatwa komisi fatwa MUI nomor 287 tahun 2001 tentang pornografi dan pornoaksi.
Dan menurut Kitap Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), misalnya pasal 532 (3) dan pasal 533 (1,2,3,4,5) maka dipidana kurungan selama-lamaya dua bulan atau denda sebanyak-banyaknya tiga ribu rupiah,[6]
Dalam konteks Islam, MUI sudah gamblang menjelaskan keharaman bagi seorang muslim dan muslimah untuk membuka auratnya di depan umum. Jika melanggar, berarti bisa dikategorikan sebagai pornografi. Namun masih ada yang membantah bahwa melarang pornografi adalah kemunafikan, karena pada dasarnya semua orang menyukainya. Benar, secara manusiawi laki-laki tentu sangat menyukai aurat wanita. Apalagi wanita secantik Alya Rohali, Artika Sari Devi, yang menjadi wakil indonesia di ajang miss universe. Di sisi lain, kaum perempuan memang sudah kodratnya selalu ingin tampil cantik dan mempertontonkan kecantikannya.
Islam pun tidak mengekangnya, melainkan mengaturnya. Sehingga, Islam membedakan hukum antara mempertontonkan kecantikan di ruang privat (hayatul khas) dan di ruang publik (hayatul ‘aam).
Laki-laki dipersilahkan menikmati sepuasnya aurat wanita yang halal baginya, dengan catatan di ruang privat. Sebaliknya, wanita juga bebas mengekspresikan kecantikannya, bahkan di hadapan laki-laki sekalipun (yakni suaminya), khusus di privat. Aturan ini bertujuan untuk menjaga kesucian diri, baik laki-laki maupun wanita, menjaga keutuhan keluarga, dan mencegah efek-efek sosial akibat diumbarnya aurat di ruang publik. Bukankah sudah banyak bukti terjadinya perzinaan, perkosaan, pelecehan seksual, perselingkuhan, dll. Salah satunya dipicu oleh merebaknya pornografi dan pornoaksi di ruang publik, baik dalam bentuk pose di media cetak, VCD, televisi, film, musik atau diskotik?
Karena itu, sudah semestinya semua wanita yang melakukan pornoaksi dan pornografi harus dilarang, termasuk pornoaksi yang sering dipertontonkan dalam kontes-kontes kecantikan. Baik itu yang digelar mulai tingkat desa, kabupaten semisal “MOKA” (Mojang & Jajaka di Cianjur), propinsi, nasional sampai setingkat dunia seperti Miss Universe.
Sehubungan dengan konteks Ratu kecantikan yang mmenjadi topik tulisan ini, dikemukakan beberapa pertanyaan.
1.      Apa tujuan diadakan pemilihan ratu kecantikan?
2.      Bagaimana penampilannya?
3.      Apakah ada dampaknya terhadap wanita dan pria?
Kalau pemilihan ratu kecantikan dikaitkan dengan agama maka kelihatannya tidak ada yang menyentuh, apalagi membawa misi agama.
Masalah kontes ratu kecantikan, sebenarnya beberapa tahun yang lalupun pernah dipersoalkan. Ada yang setuju dan ada pula yang tidak setuju (pro dan kontra) pada saat itu, tidak dikaitkan dengan agama, tetapi dilihat dari segi bangsa pantas atau tidak memamerkan anggota tubuh didepan khalayak ramai.  Mungkin timbul ide (pemikiran) karena ikut-ikutan kepada dunia luar, yang mengadakan pemilihan ratu kecantikan itu.
Menurut hemat penulis tujuannya pasti ada, tetapi tidak sesuai dengan agamnya, setelah kita melihat kenyataan yang dilakukan selama ini.
Demikian juga mengenai penampilan, bila cara berpakaiannya tidak menutup aurat, maka hal itu bertentangan dengan firman Allah dan sabda Rasulullahyang telah dikemukakan di atas.
Sebenarnya kalau kita bicarakan tentang penampilan berpakaian bagi wanita maka sama saja hukumnya pada waktu kontes dan dalam kehidupan sehari-hari. Bedanya terletak pada waktu kontes, bersifat khusus dan kecantikannya itu dinilai oleh ddewan juri dengan pesyaratan-persyaratan yang telah disepakati bersama. Bagi umat islam yang menjadikan tolak ukurnya adalah Al-Qur’an dan sunnah Rosulullah, tidak ada pilihan lain, seperti ukuran dada, ukuran panjang, dan sebagainya.
Selanjutnya mengenai dampaknya, menurut hemat penulis tetap ada. Secara langsung atau tidak banyak atau sedikit. Kegiatan itu mengandung fitnah atau membangkitkan nafsu birahi dan yang menjadi sasaran, belum tentu wanita yang ikut kontes kecantikan itu, tetapi mungjin juga wanita-wanita lain yang di pandang cantikoleh orang yang memandangnya.
Sebaiknya dalam persoalan ini, kita berpegang pada kaidah hukum islam سَدُّالذّرِيْعَةِ  (menutup jalan= preventif), sehingga tidak terjadi pelanggaran hukum agam islam.





BAB III
KESIMPULAN

Maka kontes ratu kecantikan mempunyai makna bahwa pertandingan perempuan-perempuan cantik yang kemudian diidentikkan sebagai raja. Tabaruj adalah pamer kecantikan, pakaian, perhiasan, ucapan, dan lenggak-lenggok ketika berjalan di depan kaum lelaki. Apapun dalilnya, berperilaku dan berpakaian merangsang adalah haram hukumya.
Katakanlah kepada wanita yang beriman: hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinhinan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan (menghentakkan) kakinya, agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung (An-Nur:31).
Pamer kecantikan, berpakain seraba minim, mengenakan kain tipis serta berjalan lenggak-lenggok, pinggul tergoyang, sudah menjadi mode wanita masa kini. Secara tegas Alah swt melarang kaum wanita berlebihan dalam berhias dan berdandan



DAFTAR PUSTAKA

Fatwa Majelis, Ulama Indonesia Tentang Pornografi dan Pornoaksi, .Jakarta: Lembaga Informasi nasional. 2003.
Firdaus Al-Halwani, Aba. Selamatkan Dirimu dari Tabaturj Pesan Buat Ukhty Muslimah, Yogyakarta: Al-Mahalli Press. 1995.
Hasan, Ali, M. Masa’il Fiqhiyah Al-Haditsah pada masalah-masalah Kontemporer Hukum Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997.
Jamil, Muhammad & laonso, Hamid. Hukum Islam Alternatif. Jakarta: Restu Ilahi.
Muthahhari, Murtadha. Hijab Gaya Hidup Wanita Islam, Bandung: Mizan. 1997.
Qardhawi, Yusuf. Problematika Islam Masa Kini Qardhawi Menjawab, Bandung: Trigenda Karya, 1995.


[1] Aba Firdaus Al-Halwani, Selamatkan Dirimu dari Tabaturj Pesan Buat Ukhty Muslimah, (Yogyakarta: Al-Mahalli Press. 1995), hal. 14
[2] Murtadha Muthahhari, Hijab Gaya Hidup Wanita Islam, (Bandung:Mizan. 1997), hal. 114,
[3] Aba Firdaus Al-Halwani, Selamatkan Dirimu dari Tabaturj Pesan Buat Ukhty Muslimah, hal. 14-15
[4] Yusuf Qardhawi, Problematika Islam Masa Kini Qardhawi Menjawab.(Bandung: Trigenda Karya, 1995), hal. 471.
[5] Ibid, hal. 475
[6] Fatwa Majelis Ulama Indonesia Tentang Pornografi dan Pornoaksi.(Jakarta: Lembaga Informasi nasional. 2003).

Jumat, 01 Juni 2012


ADLER
  
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Alfert Adler dilahirkan di Wina pada tanggal 7 Februari 1870, sebagai ank kedua dari enam bersaudara. Pada usia lima tahun nyaris meninggal karena penyakit preunomia. Pada saat itulah Adler bercita-ciya menjadi dokter dan melawan penyakit yang dideritanya. Tahun1895 dia mendapat gelar M.D dari universitas Wina. Pada tahun 1911 Adler menerbitkan buku The Neurotic Contitution yang merupakan landasan Psikologi Individual.
Asumsi pokok Adler menekankan pentingnya hakekat sosial dari manusia. Pendekatan Adler ini menekankan pentingnya kerjasama pihak konseli dan bantuan kepadanya untuk mengantisipasi keberhasilannya. Perhatian diarahkan kepada keluhan masalah dan perasaan individu, penafsiran dilakukan mengenai motif-motifnya pada tujuan-tujuannya. 
Orientasi kembali terjadi dengan sangat efektif apabila konseli dikonfrontasikan dengan teknik “bercermin”, dimana konseli dapat mrlihat tujuan-tujuan dan cara mencapai tujuan itu sehingga mereka menyadari kekuatannya untuk membuat keputusan sendiri.
B.     Rumusan Masalah
1.      Jelaskan biografi Alferd Adler. Bapak Individual Psychologie!
2.      Bagaimana Pandangan Adler mengenai Pribadi Manusia?
3.      Mengapa Individualitas sebagai Pokok Persoalan dalam teori Adler?
4.      Bagaimana Penerapan Prinsip-Prinsip Psikologi Individual dalam Konseling Kelompok?
5.      Apa Tujuan Konseling Psikologi Individual?
6.      Bagaiman Peranan dan Fungsi Konselor?
7.      Apa saja Tahap-Tahap Konseling Kelompok?
8.      Apa Keterbatasan Konseling Kelompok Psikologi Individual?

C.    Tujuan
1.      Memahami biografi Alferd Adler sebagai bapak individual psycologie.
2.      Mengetahui pandangan Adler mengenai pribadi manusia.
3.      Mengetahui sebab individualitas sebagai pokok persoalan dalam teori Adler?
4.      Mengetahui penerapan prinsip-prinsip psikologi individual dalam konselor kelompok.
5.      Mengerti tujuan konseling psikologi individual.
6.      Memahami peranan dan fungsi konselor.
7.      Mengetahui dan memahami tahap-tahap konseling kelompok.
8.      Memahami keterbatasan konseling kelompok psikologi individual.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Alferd Adler. Bapak Individual Psychologie
Alferd Adler lahir di Wina pada tanggal 7 Februari tahun 1870. Dia menyelesaikan studinya dalam lapangan kedokteran pada Universitas Wina pada tahun 1895. Mula-mula mengambil spesialisasi dalam Ophthalmologi, dan kemudian dalam lapangan psikiatri. Mula-mula-mula bekerja sama dengan Freud dan menjadi anggota serta akhirnya menjadi presiden “Masyarakat Psikonalisis Wina”. Namun dia segera mengembangkan pendapatnya sendiri yang menyimpang dari pendapat Freud serta lain-lain anggota persatuan itu, yang akhirnya menyebabkan dia mengundurkan dari jabatannya sebagai presiden serta dari keanggotaannya dalam “Masyarakat Psikonalisis Wina” tersebut dan mendirikan aliran baru yang diberinya nama Individual Psychologie. Hal ii terjadi pada tahun 1911.[1]
Perbedaan prinsip Adler dengan Freud adalah sebagai berikut[2]:
1.      Freud memandang komponen kehidupan yang sehat adalah kemampuan “mencintai dan berkarya”. Bagi Adler masalah hidup selalu bersifat sosial. Fungsi hidup sehat bukan hanya mencintai dan berkarya, tetapi juga merasakan kebersamaan dengan orang lain dan mempedulikan kesejahteraan meraka. Manusia dimotivasi oleh dorongan social, bukan dorongan seksual. Dorongan social adalah sesuatu yang dibawa sejak lahir, meskipun kekhususan hubungan dengan orang dan pranata social ditentukan oleh pengalaman bergaul dengan masyrakat. Dalam satu segi, Adler sama dengan Freud dan Jung, yakni kepribadian memiliki sifat biologic, kodrat inheren membentuk kepribadian manusia, Freud mementingkan seks, Jung menekankan pola pemikiran primordial, sedang Adler menekankan minat social.
2.      Freud memandang kepribadian sebagai proses biologic-mekanis, sedang Adler termasuk pelopor ego kreatif. Ego adalah system subyektif yang sangat dipersonifikasikan, yang menginterpretasi dan membuat pengalaman baru untuk membantu pemenuhan gaya hidup pribadi yang unik.
3.      Adler menekankan adanya keunikan pribadi. Setiap pribadi merupakan konfigurasi unik dari motif-motif,  sifat, minat, dan nilai-nilai, setiap perbuatan dilakukan orang secara khas gaya hidup orang itu.
4.      Adler memandang  kesadaran sebagai pusat kepribadian, bukan ketidaksadaran.
5.      Adler keras berpendapat bahwa semua kehidupan selalu bergerak. Dia memilih tidak berfikir dalam kerangka struktur dan perkembangannya. Karena konsep semacam itu di anggapnya cenderung membuat kongkrit sesuatu yang abstrak.

B.     Pandangan Adler mengenai Pribadi Manusia
Pandangan Adler bahwa tindakan,pikiran, dan perasaan manusia harus dilihat sebagai satu kesatuan untuk yang konsisten. Seseorang memilih menjadi tipe yang ia inginkan melalui usaha coba-coba sewaktu kanak-kanak dan secara konsisten akan menjadi orang tipe seperti itu sepanjang kehidupannya. Adler menyebut konsistensi ini sebagai bentuk kehidupan,pola kehidupan atau gaya hidup, manusia membentuk pandangan tentang diri mereka sendiri dan dunia dan orang-orang di dalamnya, serta bagaimana mereka berperilaku di dunia itu. [3]
Bagi Adler, kehidupan manusia di motivasi oleh satu dorongan utama, dorongan untuk mengatasi perasaan inferior dan menjadi superior. Jadi tingkah laku ditentukan utamanya oleh pandangan mengenai masa depan, tujuan dan harapan kita. Inferiorita bagi Adler berarti perasaan lemah dan tidak terampil dalam menghadapi tugas yang harus diselesaikan. Bukan rendah diri terhadap orang lain dalam pengertian yang umum, walaupun ada unsure membandingkan kemampuan orang lain yang lebih berperngalaman. Superiorita, bukan lebih baik disbanding orang lain atau mengalahkan orang lain, tetapi berjuang menuju superiorita berarti terus menerus berusaha menjadi lebih baik, menjadi semakin dekat dan semakin dekat dengan tujuan ideal sesseorang.[4]
Adler menekankan tanggung jawab, perjuangan mencapai kelebihan dari orang lain, dan upaya mencari nilai-nilai dan keberartian hidup. Oleh karena itulah pendekatan Adler itu tampak sebagai suatu model pertumbuhan. Orang-orang dari Adler menolak gagasan bahwa banyak individu yang “sakit” secara psikologis dan sangat membutuhkan “penyembuhan”. Sebaliknya mereka memandang pekerjaannya sebagai upaya mengajar orang tentang cara-cara yang lebih baik untuk menghadapi tantangan dari tugas hidupnya, memberikan pengarahan, dan mendorong kearah perilaku yang menguntungkan.

C.    Individualitas sebagai Pokok Persoalan
Adler memberi tekanan kepada pentingnya sifat khas (unik) kepribadian, yaitu individualitas, kebulatan serta sifat-sifat pribadi manusia. Menurut Adler tiap orang adalah suatu konfigurasi motif-motif, sifat-sifat, serta nilai-nilai yang khas, tiap tindak yang dilakukan oleh seseorang membawakan corak khas gaya kehidupannya yang bersifat individual.[5]
Adler memilih nama Psikologi Individu (Individual Psikoloy) dengan harapan dapat menekankan keyakinannya bagi setiap orang itu unik dan tidak dapat di pecah-pecah. Psikologi idividu menekankan pentingnya unitas kepribadian, fikiran, perasaan, dan kegiatan semua diarahkan ke satu tujuan tunggal dan mengejar satu tujuan. Ketidak konsistenan tingkah laku tidak ada, kalau dilihat dalam kaitannya dengan tujuan final menjadi superiorita atau menjadi sukses, semua kegiatan itu konsisten dan bermakna. [6]

D.    Penerapan Prinsip-Prinsip Psikologi Individual dalam Konseling Kelompok
Kelompok memberikan konteks sosial dimana pada anggotanya mengembnagkan rasa bermasyarakat. Karena masalah konflik manusia itu ditemukan dan dikembangkan dalam kaitannya dengan hubungan sosial, maka suasana kelompok merupakan pendekatan yang cocok, bukan saja untuk menyoroti dan memunculkan hakikat konflik dan kesalahsuaian seseorang, melainkan juga untuk memberikan pengaruh yang bersifat perbaikan. Rasa rendah diri akan mendapatkan tantangan dan tindakan penangkalan secara efektif dalam suasana kelompok, dan konsep-konsep dan nilai-nilai yang keliru yang merupakan akar dari masalah-masalah social-emosional, dapat dipengaruhi secara mendalam oleh kelompok, karena kelompok itu adalah suatu wahana pembentukan nilai.
Kelompok memberikan konteks social dimana pada anggotanya mengembangkan rasa diterima dan rasa bermasyarakat. Para peserta dalam kegiatan kelompok akan melihat bahwa kebanyakan dari masalah yang mereka  hadapi. Itu pada hakikatnya merupakan persoalan antar prinadi, bahwa perilaku mereka itu mempunyai makna social, dan bahwa tujuan-tujuan mereka akan dapat dipahami sebaik-baiknya apabila dikaitkan dengan tujuan-tujuan social. Beberapa diantara factor-faktor terapiutik yang terdapat dalam kegiatan kelompok yang berorientasi kepada jalan Adler sebagai berikut:
1.      Kelompok memberikan cerminan dari perilaku manusia.
2.      Para peserta kelompok mendapat keuntungan dari balikan yang diberikan oleh peserta lain dan konselor.
3.      Para peserta menerima bantuan dari peserta lain dan pada gilirannya memberikan bantuan kepada yang lain.
4.      Kelompok memberikan kesempatan untuk menguji kenyataan dan untuk mencoba perilaku-perilaku yang baru.
5.      Suasana kelompok mendorong para peserta untuk membuat komitmen guna mengambil tindakan dalam mengubah hidupnya sendiri.
6.      Pergaulan dalam kelompok membantu para peserta untuk memahami fungsinya dalam pekerjaan, keluarga, dan juga mengungkapkan bagaimana para peserta mencari tempatnya dalam masyarakat.
7.      Kelompok di tata sedemikian rupa sehingga para peserta dapat memenuhi kebutuhannya untuk diterima.
Keberhasilan proses komselimg dalam pelaksanaanya ditentukan oleh banyak factor. Dalam hal ini Gladding (dikutip dari Lesmana, 2005) menjelaskan ada lima factor yang mempengaruhi konseling, yaitu struktur, inisiatif, tatanan (setting), kualitas klien, kualitas konselor.[7]
1.      Struktur, menurut Wills (2009) adalah susunan proses konseling yang dilakukan konselor secara sistematis.
2.      Inisiatif, dipandang sebagai motivasi untuk berubah.
3.      Setting, dalam hal ini yang perlu dilakukan konselor adalah bagaimana membuat ruang klien nyaman dan memberikan ketenangan pada klien.
4.      Kualitas klien, diman karakteristik klien dan kesiapannya menjalani proses konseling.
5.      Kualitas konselor, konselor sebagai pihak yang paling memahami akan dibawa kemana arah konseling dan mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan konseling.

E.     Tujuan Konseling Psikologi Individual
Konseling dengan pendekatan Adler mempunyai empat tujuan pokok yang selaras dengan empat tahap dalam proses konseling. Tujuan-tujuan yang berlaku bagi konseing individual maupun konseling kelompok itu adalah sebagai berikut:
1.      Membentuk dan memelihara hubungan empatik di antara konseli dengan konselor yang di dasarkan atas saling mempercayai dan menghargai dimana konseli merasa dipahami dan diterima konselor.
2.      Memberikan suatu iklim terapeutik dimana konseli dapat memahami keyakinan-keyakinan dan perasaan-perasaan dasarnya mengenai diri sendiri dan memahami, mengapa keyakinan itu salah.
3.      Membantu konseli mengembangkan wawasan mengenai tujuan-tujuannya yang keliru dan perilakunya yang cenderung merugikan dirinya melalui proses konfrontasi dan penafsiran.
4.      Membantu klien menemukan pilihan-pilihan dan mendorongnya membuat pilihan.

F.     Peranan dan Fungsi Konselor
Konselor mempunyai peranan dan fungsi yang aktif dalam proses konseling kelompok dengan pendekatan Adler. Konselor senantiasa tampil dalam kegiatan kelompok dan berpartisipasi secara aktif, tidak berusaha untuk menjauhkan diri dari kegiatan kelompok.  Konsep tentang konselor tersembunyi (anonymous counselor) tidak dikenal dalam pendekatan Adler. Konsep konselor tersembunyi ini akan mengembangkan jarak antara konselor dengan konseli, dan mengganggu persamaan kedudukan di antara anggota kelompok, dan mengurangi hubungan pribadi dengan pribadi di antara konselor dan konseli, yang justru merupakan gagasan dasar dalam pendekatan Adler ini. Setiap konselor mempunyai perasaan dan pemikiran, dan dia mempunyai kebebasan untuk menyatakannya.
Konselor dapat berperan pula sebagai salah seseorang peserta dalam upaya terapeutik yang berdasarkan kerjasama antar anggotanya. Peranan aktif konselor dalam konseling kelompok dengan pendekatan Adler ini tampak dalam komitmen konselor pada waktu menerapkan teknik-teknik konseling kelompok, seperti konfrontasi, pengungkapan diri, penafsiran dan analisis tentang pola perilaku yang bertahan. Konselor mendorong konseli untuk mengungkapkan keyakinan dan tujuan-tujuannya, dan membantunya untuk menerjemahkan apa yang telah dipelajarinya dalam kelompok menjadi keyakinan-kaeyakinan dan perilaku baru yang lebih sehat.
Peran aktif konselor itu tanpak pula sebagai penerapan fungsi konselor sebagai contoh atau model bagi para konseli. Dalam hal ini. Para konseli lebih banyak belajar dari contoh konselor , yaitu meniru dan meneladani apa yang diperbuat oleh konselor daripada melakukan apa yang dikatakan konselor. Model ini di ambil oleh para konseli dari perilaku konselor, baik selama pertemuan dan kegiatan kelompok, maupun dalam kehidupan konselor diluar kegiatan kelompok konseling. Hal ini menuntut konselor untuk memiliki pemahaman yang jelas mengenai identitasnya sendiri, keyakinannya sendiri dan perasaannya sendiri. Para konselor harus pula menyadari kondisi dasar yang sangat penting bagi pertumbuhan para konselinya, yaitu: empati, rasa hormat, perhatian, keaslian, keterbukaan, penghargaan yang positif, pemahaman mengenai dinamika perilaku, dan kemampuan menggunakan teknik-teknik yamg berorientasi pada tindakan yang dapat mendorong perubahan pada diri konseli. Fungsi-fungsi tersebut tidak akan dapat ditampilkan tanpa peran aktif konselor.
Sonstegard (Corey, 2004) mengidentifikasi empat tugas pokok yang dilakukan oleh konselor kelompok yang menggunakan pendekatan Adler dalam membangun rasa bermasyarakat dalam suatu kelompok, yaitu:
1.      Membangun dan mempertahankan hubungan kelompok.
2.      Menguji pola dan tujuan tindakan dan perilaku para anggota kelompok.
3.      Menunjukkan kepada individu-individu dalam kelompok tujuan yang dikejar dan logika pribadi yang menunjang tujuan itu, dan
4.      Melaksanakan pengalaman pendidikan yang cenderung meningkatkan perasaan bermasyarakat dan minat social dari para anggota.
Tugas-tugas itu merupakan tujuan dari konseling kelompok dengan pendekatan Adler, dan selaras dengan tahap-tahap perkembangan suatu kelompok.

G.    Tahap-Tahap Konseling Kelompok
Menurut Dreikurs (1969), terdapat empat tahap dalam konseling kelompok dengan pendekatan Adler yang selaras dengan keempat tujuan konseling yang dikemukakan dalam bagian terdahulu dan sampai begitu jauh terdapat tumpang tindih aatara tahap yang satu dengan tahap yang lainnya. Keempat tahap itu adalah:
1.      Membentuk dan memelihara hubungan terapeutik yang tepat.
2.      Menjajaga dinamika yang terjadi di dalam diri individu angota-anggota kelompok (analisis)
3.      Mengkomunikasikan kepada individu, pemahaman mengenai diri sendiri (wawasan).
4.      Melihat berbagai pilihan yang baru dan membuat pilihan yang baru (reorientasi).

H.    Keterbatasan Konseling Kelompok Psikologi Individual
Sperry (Corey,2004) menganggap psikologi Adler itu merupakan suatu model perilaku yang paling integrative dan luas di antara model-model lain, baik yang modern maupun yang tradisional, akan tetapi Sperry menganggap teori ini mempunyai potensi untuk tidak berkembang. Dia berpendapat bahwa dalam teori dan teknik-teknik pendekatan Adler terdapat sedikit peerkembangan, tetapi akhir-akhir ini tidak diperluas, dia yakin pendekatan Adler ini hanya akan menjadi catatan historis saja. Pada kesempatan yang sama, Nicoll(1996) mengemukakan bahwa seharusnya teori Adler ini secara sinambung terus bertumbuh kembang, dan mekar untuk menjawab pertanyaan,permasalahan dan ilmu pengetahuan dalam konseling dan psikologi, seperti halnya Adler sendiri menyatakan suatu prinsip bahwa kehidupan itu bukan merupakan sesuatu yang berada (being) saja, tetapi harus menjadi (becoming).




BAB III
KESIMPULAN

Alferd Adler lahir di Wina pada tahun 1870. Dia menyelesaikan studinya dalam lapangan kedokteran pada Universitas Wina pada tahun 1895. Adler menekankan adanya keunikan pribadi. Setiap pribadi merupakan konfigurasi unik dari motif-motif,  sifat, minat, dan nilai-nilai, setiap perbuatan dilakukan orang secara khas gaya hidup orang itu.
Adler memandang  kesadaran sebagai pusat kepribadian, bukan ketidaksadaran.
Adler keras berpendapat bahwa semua kehidupan selalu bergerak.. Bagi Adler, kehidupan manusia di motivasi oleh satu dorongan utama, dorongan untuk mengatasi perasaan inferior dan menjadi superior.
Adler memilih nama Psikologi Individu (Individual Psikoloy) dengan harapan dapat menekankan keyakinannya bagi setiap orang itu unik dan tidak dapat di pecah-pecah.
Beberapa diantara faktor-faktor terapiutik yang terdapat dalam kegiatan kelompok yang berorientasi kepada jalan Adler sebagai berikut:
1.      Kelompok memberikan cerminan dari perilaku manusia.
2.      Para peserta kelompok mendapat keuntungan dari balikan yang diberikan oleh peserta lain dan konselor.
3.      Para peserta menerima bantuan dari peserta lain dan pada gilirannya memberikan bantuan kepada yang lain.
4.      Kelompok memberikan kesempatan untuk menguji kenyataan dan untuk mencoba perilaku-perilaku yang baru.
5.      Suasana kelompok mendorong para peserta untuk membuat komitmen guna mengambil tindakan dalam mengubah hidupnya sendiri.
6.      Pergaulan dalam kelompok membantu para peserta untuk memahami fungsinya dalam pekerjaan, keluarga, dan juga mengungkapkan bagaimana para peserta mencari tempatnya dalam masyarakat.
7.      Kelompok di tata sedemikian rupa sehingga para peserta dapat memenuhi kebutuhannya untuk diterima.
Tujuan-tujuan yang berlsku bagi konseing individual maupun konseling kelompok itu adalah sebagai berikut:
5.      Membentuk dan memelihara hubungan empatik di antara konseli dengan konselor yang di dasarkan atas saling mempercayai dan menghargai dimana konseli merasa dipahami dan diterima konselor.
6.      Memberikan suatu iklim terapeutik dimana konseli dapat memahami keyakinan-keyakinan dan perasaan-perasaan dasarnya mengenai diri sendiri dan memahami, mengapa keyakinan itu salah.
7.      Membantu konseli mengembangkan wawasan mengenai tujuan-tujuannya yang keliru dan perilakunya yang cenderung merugikan dirinya melalui proses konfrontasi dan penafsiran.
8.      Membantu klien menemukan pilihan-pilihan dan mendorongnya membuat pilihan.
Sonstegard (Corey, 2004) mengidentifikasi empat tugas pokok yang dilakukan oleh konselor kelompok yang menggunakan pendekatan Adler dalam membangun rasa bermasyarakat dalam suatu kelompok, yaitu:
1.      Membangun dan mempertahankan hubungan kelompok.
2.      Menguji pola dan tujuan tindakan dan perilaku para anggota kelompok.
3.      Menunjukkan kepada individu-individu dalam kelompok tujuan yang dikejar dan logika pribadi yang menunjang tujuan itu, dan
4.      Melaksanakan pengalaman pendidikan yang cenderung meningkatkan perasaan bermasyarakat dan minat social dari para anggota.
Empat tahap konseling kelompok itu adalah:
5.      Membentuk dan memelihara hubungan terapeutik yang tepat.
6.      Menjajagi dinamika yang terjadi di dalam diri individu angota-anggota kelompok (analisis)
7.      Mengkomunikasikan kepada individu, pemahaman mengenai diri sendiri (wawasan).
8.      Melihat berbagai pilihan yang baru dan membuat pilihan yang baru (reorientasi).




DAFTAR PUSTAKA

Alwisol, Psikologi Kpribadian, 2011,Malang:UMM.
Lubis , Namora Lumonnga, Memahami Dasar-Dasar Konseling dalam Teori dan Praktik, 2011,Jakarta: Prenada Media Group.
Palmer, Stephen, Konseling dan Psikoterapi, 2010, ogyakarta:Pustaka Pelajar.
Suryabrata, Sumadi, Psikologi Kepribadian. , 2011, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Natawidjaya, Rohcman, konseling kelompok konsep dasar dan pendekatan, 2009, Bandung: Rizqi Press.







[1] Sumadi Suryabrata, Psikologi Kepribadian. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), hal.184.
[2] Alwisol, Psikologi Kpribadian, (Malang:UMM, 2011), hal.63-64.
[3] Stephen Palmer, Konseling dan Psikoterapi, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2010),hal. 33.
[4] Alwisol, Psikologi Kepribadian, (Malang:UMM Press,2011),hal. 66.
[5] Sumadi Suryabrata, Psikologi Kepribadian. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), hal.185
[6] [6] Alwisol, Psikologi Kepribadian, (Malang:UMM Press,2011),hal. 68.
[7] Namora Lumonnga Lubis, Memahami Dasar-Dasar Konseling dalam Teori dan Praktik, (Jakarta: Prenada Media Group, 2011),hal. 69-72.