PEMBAHASAN
A.
Pengertian Kontes Ratu Kecantikan
Menutrut
etimologi, kontes diartikan dengan pertandingan kecantikan, ratu ialah raja perempuan,
dan kecantikan ialah keelokan. Maka kontes ratu kecantikan mempunyai makna
bahwa pertandingan perempuan-perempuan cantik yang kemudian diidentikkan
sebagai raja.
Tabaruj adalah pamer kecantikan,
pakaian, perhiasan, ucapan, dan lenggak-lenggok ketika berjalan di depan kaum
lelaki. Apapun dalilnya, berperilaku dan berpakaian merangsang adalah haram
hukumya.[1]
Di dalam Al-Qur’an Allah SWT telah menegaskan:
وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ
الْجَاهؤلِيَّةِ الْأُوْلَى (الاهزاب: 33)
“ Dan janganlah
kamu berhias serta berperilaku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu”(
Al-Ahzab:33).
Agama
islam mengenal juga keindahan dan kecantikan. Karena memang demikianlah
kecenderungan batin manusia.
Pada zaman modern ini kita lihat dan saksikan, ada pemilihan ratu
kecantikan yang dilaksanakan oleh daerah tertentu (regional) ada juga pemilihan
yang bersifat nasional dan bahkan yang bersifat internasional.
Pemilihan ratu kecantikan, sama dengan pemilihan yang berlaku pada
seni suara umpamanya. Semula pesertanya cukup banyak, kemudian dilakukan
penyisihan, sampai ketingkat semi final dan final. Dengan demikian akan
ditemukan, wanita yang tercantik, yang cantik seterusnya menurut ukuran suatu
daerah, nasional (negara), ukuran internasioanal.
Mengenai kontes ratu kecantikan ini, akan dicoba melihatnya dari
sudut pandang islam. Untuk mengetahui kecantikan seorang wanita, dibenarkan
oleh islam. Namun ada tujuannya, yaitu untuk memilih calon istri, sebagaiman
sabda Rosulullah SAW:
تُنْكَحُ
اْلمَرْأَةُ لِأَرْبَعِ, لِمَا لِهَا, وَلِحَسَبِهَا, وَ لِجَلِهَا, وَلِدِيْنِهَا
فًاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ (رواه البخارى ومسلم, و ابو داود وانسائ)
Wanita itu dinikahi karena empat hal, yaitu karena hartanya,
keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya. Pilihlah (wanita) yang
beragama, niscaya anda makmur (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan an-Nasai).
Dari hadits di atas dapat dipahami, bahwa wanita boleh dilihat dan
memperlihatkan diri, apabila ada pria yang ingin melihatnya untuk dijadikan
isteri, dengan pengharapan perkawinannya akan langgeng, tidak putus tengah
jalan.
Sabda Nabi SAW:
إِذَا
خَطَبَ أَحَدَكُمُ الْمَرْأَةَ فَإِنِ اسْتَطَآعَ أَنْ يَنْظُرَ مِنْهَا إِلَى مَا
يَدْعُوْهُ إِلَى نِكَاحِهَا فَلْيَفْعَلْ (رواه ابو داود وأحمد)
Apabila seorang di antara kamu meminang wanita, sekiranya ia dapat
melihat wanita itu, hendaklah dilihatnya sehingga bertanbah keinginannya, maka
lakukanlah (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Kedua hadits di atas hanya menjelaskan tentang kebolehan melihat
wanita yang akan dipinang saja, tetapi tidak dijelaskan anggota badan yang
boleh dilihat. Anggota badan yang dapat dilihat adalah muka dan telapak tangan.
Sebagaimana sabda Rasulullah:
عنْ
عَائِشَةَ رَضِىَ اللّهُ عَنْهَا أَنَّ أَسْمَاءَ بِنْتَ أَبِى بَكْرِ دَخَلَتْ
عَلَى رَسُوْلِ اللّهِ ص.م وَعَلَيْهَا ثِيَابٌ رِقَاقٌ فَأَعْرَضَ عَنْهَا
رَسُوْلُ اللّهِ ص.م وَ قَالَ لَهَا, يَا
أَسْمَاءَ إِنَّ الْمَرأَةَ إِذَا بَلَغَتِ الْمَحِيْضَ لَمْ تَصْلُحْ أَنْ يُرَى
مِنْهَا إِلاَّهَذَا وَهذَا وَأَشَارَ إِلَى وَجْهِهِ وَكُفَّيْهِ (رواه ابو داود)
Diriwayatkan dari Aisyah, ra. Sesungguhnya Asma biinti Abu Bakar
masuk ke rumah Rasulullah SAW, dan (Asma’) memakai pakaian tipis, kemudian
Rasuluullah pun memalingkan mukanya seraya berkata: “Ya Asma’, sesungguhnya
wamita yang sudah dewasa, tidak pantas (baik) dilihat (dipandang), kecuali
hanya ini dan ini, lalu beliau mengisyaratkan kepada muka dan kedua telapak
tangan beliau (HR. Abu Daud)
Dari sudut pandang hadits di atas, dan dari aspek-aspek lahiriyah
ayat yang telah disebutkan, lebih kurang jelas bahwa wanita tidak wajib menutup
wajah atau tangan ya, dan pria boleh
memandang wajah atau tangan wanita bila pandangannya itu tidak brernafsu atau
tidak ada kekhawatiran akan terjadinya perbuatan yang menyeleweng.[2]
Kemudian bagaimana pula penampilan wanita itu? Jawabannya adalah
berpakaian sopan dan menutup aurat, sebagaimana disebutkan dalam hadits di
atas. Mode pakaian tidak dipersoalkan. Asal saja mode itu sudah berlaku umum
untuk wanita. Kenyataannya, memang tidak sama antara satu daerah dengan daerah
yang lainnya, dan antara satu negara dengan negara lainnya.
Pakaian tipis jelas tidak dibenakan, walaupun lahiriah menutup
aurat dan termasuk juga pakaian ketat, yang kelihatan bentuk (lekukan) tubuh
secara nyata.
Mengenai pakaian wanita secara umum telah dikemukakan dalam
Al-Qur’an, Allah berfirman:
وَقُلْ
لِلْمُؤْمِنَتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْضَرِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوْجَهُنَّ
وَلاَيُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ
بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوْبِهِنَّ وَلاَ يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ إِلاَّ
لِبُعُوْلَتِهِنَّ أَوْ ءَا بَآ ئِهِنَّ أَوْ ءَا بَآءِ بُعُوْ لَتِهِنَّ
أَوْأَبْنَآ ئِهِنَّ أَوْ أَبْنَآءِ بًعًولَتِهِنَّ اَوْ إِحْوَنِهِنَّ أَوْ بَنِى
إِخْوَنِهِنَّ أَوْ بَنِى أَخَوَاتِهِنَّ أَوْنِسَآئِهِنَّ أَوْمَامَلَكَتْ
أَيْمَنُهُنَّ أَوِالتَّبِعِيْنَ غَيْرِ اُوْلِى الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ
أَوِالطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوْا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَآءِ وَلَا
يَضْرؤبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيَعْلمَ مَا يُخْفِيْنَ مِنْ زِيْنَتِهِنَّ وَ
تُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيْعًا أَيُّهاالمُؤْمِنُوْنَ لَعَلَّكُمْ تُقْلِحُوْنَ (سورة النور:31)
Katakanlah kepada wanita yang beriman: hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan
perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak dari padanya. Dan hendaklah mereka
menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya,
kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau
putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara laki-laki
mereka, atau putra-putra saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan
mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau
pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinhinan (terhadap wanita) atau
anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka
memukulkan (menghentakkan) kakinya, agar diketahui perhiasan yang mereka
sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang
beriman, supaya kamu beruntung (An-Nur:31).
Ayat diatas
dengan jelas menyebutkan tentang pakaian wanita dan kepda siapa saja yang boleh
diperlihatkan perhiasannya itu. Selain daripada itu juga dijelaskan bagaimana
harus berpakaian. Jilbab ialah
sejenis baju kurung yang lapang yang dapat menutup kepala, muka dan dada.
B.
Hukum Kontes
Ratu Kecantikan
Pagelaran
kontes kontes ratu kecantikan bagi kaum perempuan dibolehkan oleh syari’ah
Islam bila pelaksanaanya sesuai dengan semangat dan tuntunannya. Dibolehkan ini
dimkasudkan karena mereka pantas melakukan pagelaran. Namun dibalik kebolehan
melakukan pagelaran melakuka itu, Islam melarang pelaksanaan kontes ratu
kecantikan, jika dilakukan menyimpang dari tuntunan syari’ahnya.
Bila dilihat
dari tujuannya kontes ratu kecantikan kalau dikaitkan dengan agama maka
kelihatnnya tidak ada yang menyentuh, apalagi membawa misi Islam. Jika dilihat
dari penampilan seperti pelaksanaannya setengah telanjang, karena pakaian yang
dikenakan super mini. Pelarangan ini bukan pada kontesnya, melainkan pada
modelnya yang mungkin dapat dikatakan bahwa sebagian besar aurat mereka
terbuka. Dan mempertontonkannya baik secara perorangan apalagi dihadapan
publik. Rosulullah SAW bersabda:
”Dari Abi Hurairah
ra. Rasulullah SAW. Bersabda bahwa laki-laki tidak melihat aurat laki-laki, dan
perempuan tidak boleh melihat aurat perempuan (HR. Muslim).”
Menurut madhab
Maliki, aurat perempuan adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan
telapak tangan. Dan menurut madhab Syafi’i dan Hambali bahwa wajah dan kedua
telapak tangan bagian dari aurat, karena wajah merupkan alat ukur ketampanan
seorang perempuan, pemikat dan merupkan sumbar fitnah apabila tidak dijaga.
Pamer kecantikan, berpakain seraba minim, mengenakan kain
tipis serta berjalan lenggak-lenggok, pinggul tergoyang, sudah menjadi mode
wanita masa kini. Secara tegas Alah swt melarang kaum wanita berlebihan dalam
berhias dan berdandan[3].
Allah telah berfirman:
وَلَا
يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُغْلَمَ مَا يُخْفِيْنَ مِنْ زِيْنَتِهِنَّ (النور: 31)
“ Dan janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui
perhiasan yang mereka sembunyikan” (An-Nur:31)
Seorang wanita menghentak-hentakkan
kaki agar orang lain mengetahui bahwa di pergelangan kakinya memakai perhiasan,
adalah dilarang Allah. Sebab yang demikian bila dilihat dari dampaknya, kegiatan ini mengundang fitnah dan
membangkitkan nafsu birahi.
Dilihat dari
segi kedudukannya, kontes ratu kecantikan adalah suatu aktifitas yang secara
jelas tidak ditemukan dalil yang melarangnya, tetapi cara dan penampilannya
dalam kontes tersebut diperhadapkan dengan hukum syari’ah. Kenyataanya implikasi dari kontes harapannya untuk meraih
penghargaan yang tertinggi sehingga segala cara dilakukan.
Islam mengecam pemakaian pakaian
yang secara umum di anggap buruk dan digunakan oleh sebagian mazhab dan agama
lain. Islam mengajak setiap muslim untuk berhias dengan sopan.[4]
Para mufasirin menafsirkan sebuah
riwayat dari Ibnu Abbas tentang firman Allah:
وَلاَ يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ إِلاَّ مَا ظَهَرَمِنْهَا
“Dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa tampak
daripadanya”. (An-Nur:31).
Sebagian
mufasirin mengatakan, “telapak tangan, cincin, dan muka”. Riwayat Ibnu Umar
menyebutkannya, “wajah dan dua telapak tangan”. Riwayat Anas mengatakan,
telapak tangan dan jari”. Ibnu Hazm berkata, semua riwayat ini sangat sahih.” [5]
Berdasrkan
fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang ditetapkan dalam keputusan fatwa
komisi fatwa MUI nomor 287 tahun 2001 tentang pornografi dan pornoaksi.
Dan menurut
Kitap Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), misalnya pasal 532 (3) dan pasal 533
(1,2,3,4,5) maka dipidana kurungan selama-lamaya dua bulan atau denda
sebanyak-banyaknya tiga ribu rupiah,[6]
Dalam konteks Islam, MUI sudah
gamblang menjelaskan keharaman bagi seorang muslim dan muslimah untuk membuka
auratnya di depan umum. Jika melanggar, berarti bisa dikategorikan sebagai
pornografi. Namun masih ada yang membantah bahwa melarang pornografi adalah
kemunafikan, karena pada dasarnya semua orang menyukainya. Benar, secara
manusiawi laki-laki tentu sangat menyukai aurat wanita. Apalagi wanita secantik
Alya Rohali, Artika Sari Devi, yang menjadi wakil indonesia di ajang miss
universe. Di sisi lain, kaum perempuan memang sudah kodratnya selalu ingin
tampil cantik dan mempertontonkan kecantikannya.
Islam pun tidak mengekangnya,
melainkan mengaturnya. Sehingga, Islam membedakan hukum antara mempertontonkan
kecantikan di ruang privat (hayatul khas) dan di ruang publik (hayatul
‘aam).
Laki-laki dipersilahkan menikmati
sepuasnya aurat wanita yang halal baginya, dengan catatan di ruang privat.
Sebaliknya, wanita juga bebas mengekspresikan kecantikannya, bahkan di hadapan
laki-laki sekalipun (yakni suaminya), khusus di privat. Aturan ini
bertujuan untuk menjaga kesucian diri, baik laki-laki maupun wanita, menjaga
keutuhan keluarga, dan mencegah efek-efek sosial akibat diumbarnya aurat di
ruang publik. Bukankah sudah banyak bukti terjadinya perzinaan, perkosaan,
pelecehan seksual, perselingkuhan, dll. Salah satunya dipicu oleh merebaknya
pornografi dan pornoaksi di ruang publik, baik dalam bentuk pose di media
cetak, VCD, televisi, film, musik atau diskotik?
Karena itu, sudah semestinya semua
wanita yang melakukan pornoaksi dan pornografi harus dilarang, termasuk
pornoaksi yang sering dipertontonkan dalam kontes-kontes kecantikan. Baik itu
yang digelar mulai tingkat desa, kabupaten semisal “MOKA” (Mojang & Jajaka
di Cianjur), propinsi, nasional sampai setingkat dunia seperti Miss
Universe.
Sehubungan dengan konteks Ratu
kecantikan yang mmenjadi topik tulisan ini, dikemukakan beberapa pertanyaan.
1. Apa tujuan
diadakan pemilihan ratu kecantikan?
2. Bagaimana
penampilannya?
3. Apakah ada
dampaknya terhadap wanita dan pria?
Kalau pemilihan ratu kecantikan
dikaitkan dengan agama maka kelihatannya tidak ada yang menyentuh, apalagi
membawa misi agama.
Masalah kontes ratu kecantikan,
sebenarnya beberapa tahun yang lalupun pernah dipersoalkan. Ada yang setuju dan
ada pula yang tidak setuju (pro dan kontra) pada saat itu, tidak dikaitkan
dengan agama, tetapi dilihat dari segi bangsa pantas atau tidak memamerkan
anggota tubuh didepan khalayak ramai.
Mungkin timbul ide (pemikiran) karena ikut-ikutan kepada dunia luar,
yang mengadakan pemilihan ratu kecantikan itu.
Menurut hemat penulis tujuannya
pasti ada, tetapi tidak sesuai dengan agamnya, setelah kita melihat kenyataan
yang dilakukan selama ini.
Demikian juga mengenai penampilan,
bila cara berpakaiannya tidak menutup aurat, maka hal itu bertentangan dengan
firman Allah dan sabda Rasulullahyang telah dikemukakan di atas.
Sebenarnya kalau kita bicarakan
tentang penampilan berpakaian bagi wanita maka sama saja hukumnya pada waktu
kontes dan dalam kehidupan sehari-hari. Bedanya terletak pada waktu kontes,
bersifat khusus dan kecantikannya itu dinilai oleh ddewan juri dengan
pesyaratan-persyaratan yang telah disepakati bersama. Bagi umat islam yang
menjadikan tolak ukurnya adalah Al-Qur’an dan sunnah Rosulullah, tidak ada
pilihan lain, seperti ukuran dada, ukuran panjang, dan sebagainya.
Selanjutnya mengenai dampaknya,
menurut hemat penulis tetap ada. Secara langsung atau tidak banyak atau
sedikit. Kegiatan itu mengandung fitnah atau membangkitkan nafsu birahi dan
yang menjadi sasaran, belum tentu wanita yang ikut kontes kecantikan itu,
tetapi mungjin juga wanita-wanita lain yang di pandang cantikoleh orang yang
memandangnya.
Sebaiknya dalam persoalan ini, kita
berpegang pada kaidah hukum islam سَدُّالذّرِيْعَةِ (menutup jalan= preventif), sehingga tidak
terjadi pelanggaran hukum agam islam.
BAB III
KESIMPULAN
Maka kontes
ratu kecantikan mempunyai makna bahwa pertandingan perempuan-perempuan cantik
yang kemudian diidentikkan sebagai raja. Tabaruj adalah pamer kecantikan,
pakaian, perhiasan, ucapan, dan lenggak-lenggok ketika berjalan di depan kaum
lelaki. Apapun dalilnya, berperilaku dan berpakaian merangsang adalah haram
hukumya.
Katakanlah kepada wanita yang beriman: hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan
perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak dari padanya. Dan hendaklah mereka
menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya,
kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau
putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara laki-laki
mereka, atau putra-putra saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan
mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau
pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinhinan (terhadap wanita) atau
anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka
memukulkan (menghentakkan) kakinya, agar diketahui perhiasan yang mereka
sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang
beriman, supaya kamu beruntung (An-Nur:31).
Pamer
kecantikan, berpakain seraba minim, mengenakan kain tipis serta berjalan
lenggak-lenggok, pinggul tergoyang, sudah menjadi mode wanita masa kini. Secara
tegas Alah swt melarang kaum wanita berlebihan dalam berhias dan berdandan
DAFTAR
PUSTAKA
Fatwa Majelis, Ulama Indonesia Tentang Pornografi dan Pornoaksi, .Jakarta: Lembaga
Informasi nasional. 2003.
Firdaus
Al-Halwani, Aba. Selamatkan Dirimu dari Tabaturj Pesan Buat Ukhty Muslimah, Yogyakarta:
Al-Mahalli Press. 1995.
Hasan, Ali, M. Masa’il Fiqhiyah
Al-Haditsah pada masalah-masalah Kontemporer Hukum Islam, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1997.
Jamil, Muhammad & laonso, Hamid. Hukum Islam Alternatif.
Jakarta: Restu Ilahi.
Muthahhari,
Murtadha. Hijab Gaya Hidup Wanita Islam, Bandung: Mizan. 1997.
Qardhawi, Yusuf. Problematika
Islam Masa Kini Qardhawi Menjawab, Bandung: Trigenda Karya, 1995.
[1] Aba Firdaus
Al-Halwani, Selamatkan Dirimu dari Tabaturj Pesan Buat Ukhty Muslimah, (Yogyakarta:
Al-Mahalli Press. 1995), hal. 14
[2] Murtadha
Muthahhari, Hijab Gaya Hidup Wanita Islam, (Bandung:Mizan. 1997), hal.
114,
[3] Aba Firdaus
Al-Halwani, Selamatkan Dirimu dari Tabaturj Pesan Buat Ukhty Muslimah,
hal. 14-15
[4] Yusuf Qardhawi,
Problematika Islam Masa Kini Qardhawi Menjawab.(Bandung: Trigenda Karya,
1995), hal. 471.
[5] Ibid,
hal. 475
[6]
Fatwa Majelis Ulama Indonesia Tentang Pornografi dan Pornoaksi.(Jakarta: Lembaga Informasi nasional. 2003).