Kamis, 01 November 2012


PEMBAHASAN
A.      Pengertian Kontes Ratu Kecantikan
Menutrut etimologi, kontes diartikan dengan pertandingan kecantikan, ratu ialah raja perempuan, dan kecantikan ialah keelokan. Maka kontes ratu kecantikan mempunyai makna bahwa pertandingan perempuan-perempuan cantik yang kemudian diidentikkan sebagai raja.
Tabaruj adalah pamer kecantikan, pakaian, perhiasan, ucapan, dan lenggak-lenggok ketika berjalan di depan kaum lelaki. Apapun dalilnya, berperilaku dan berpakaian merangsang adalah haram hukumya.[1] Di dalam Al-Qur’an Allah SWT telah menegaskan:
وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهؤلِيَّةِ الْأُوْلَى (الاهزاب: 33)
“ Dan janganlah kamu berhias serta berperilaku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu”( Al-Ahzab:33).
Agama islam mengenal juga keindahan dan kecantikan. Karena memang demikianlah kecenderungan batin manusia.
Pada zaman modern ini kita lihat dan saksikan, ada pemilihan ratu kecantikan yang dilaksanakan oleh daerah tertentu (regional) ada juga pemilihan yang bersifat nasional dan bahkan yang bersifat internasional.
Pemilihan ratu kecantikan, sama dengan pemilihan yang berlaku pada seni suara umpamanya. Semula pesertanya cukup banyak, kemudian dilakukan penyisihan, sampai ketingkat semi final dan final. Dengan demikian akan ditemukan, wanita yang tercantik, yang cantik seterusnya menurut ukuran suatu daerah, nasional (negara), ukuran internasioanal.
Mengenai kontes ratu kecantikan ini, akan dicoba melihatnya dari sudut pandang islam. Untuk mengetahui kecantikan seorang wanita, dibenarkan oleh islam. Namun ada tujuannya, yaitu untuk memilih calon istri, sebagaiman sabda Rosulullah SAW:
تُنْكَحُ اْلمَرْأَةُ لِأَرْبَعِ, لِمَا لِهَا, وَلِحَسَبِهَا, وَ لِجَلِهَا, وَلِدِيْنِهَا فًاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ (رواه البخارى ومسلم, و ابو داود وانسائ)
Wanita itu dinikahi karena empat hal, yaitu karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya. Pilihlah (wanita) yang beragama, niscaya anda makmur (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan an-Nasai).
Dari hadits di atas dapat dipahami, bahwa wanita boleh dilihat dan memperlihatkan diri, apabila ada pria yang ingin melihatnya untuk dijadikan isteri, dengan pengharapan perkawinannya akan langgeng, tidak putus tengah jalan.
Sabda Nabi SAW:
إِذَا خَطَبَ أَحَدَكُمُ الْمَرْأَةَ فَإِنِ اسْتَطَآعَ أَنْ يَنْظُرَ مِنْهَا إِلَى مَا يَدْعُوْهُ إِلَى نِكَاحِهَا فَلْيَفْعَلْ (رواه ابو داود وأحمد)
Apabila seorang di antara kamu meminang wanita, sekiranya ia dapat melihat wanita itu, hendaklah dilihatnya sehingga bertanbah keinginannya, maka lakukanlah (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Kedua hadits di atas hanya menjelaskan tentang kebolehan melihat wanita yang akan dipinang saja, tetapi tidak dijelaskan anggota badan yang boleh dilihat. Anggota badan yang dapat dilihat adalah muka dan telapak tangan. Sebagaimana sabda Rasulullah:
عنْ عَائِشَةَ رَضِىَ اللّهُ عَنْهَا أَنَّ أَسْمَاءَ بِنْتَ أَبِى بَكْرِ دَخَلَتْ عَلَى رَسُوْلِ اللّهِ ص.م وَعَلَيْهَا ثِيَابٌ رِقَاقٌ فَأَعْرَضَ عَنْهَا رَسُوْلُ اللّهِ ص.م  وَ قَالَ لَهَا, يَا أَسْمَاءَ إِنَّ الْمَرأَةَ إِذَا بَلَغَتِ الْمَحِيْضَ لَمْ تَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلاَّهَذَا وَهذَا وَأَشَارَ إِلَى وَجْهِهِ وَكُفَّيْهِ (رواه ابو داود)
Diriwayatkan dari Aisyah, ra. Sesungguhnya Asma biinti Abu Bakar masuk ke rumah Rasulullah SAW, dan (Asma’) memakai pakaian tipis, kemudian Rasuluullah pun memalingkan mukanya seraya berkata: “Ya Asma’, sesungguhnya wamita yang sudah dewasa, tidak pantas (baik) dilihat (dipandang), kecuali hanya ini dan ini, lalu beliau mengisyaratkan kepada muka dan kedua telapak tangan beliau (HR. Abu Daud)
Dari sudut pandang hadits di atas, dan dari aspek-aspek lahiriyah ayat yang telah disebutkan, lebih kurang jelas bahwa wanita tidak wajib menutup wajah atau tangan  ya, dan pria boleh memandang wajah atau tangan wanita bila pandangannya itu tidak brernafsu atau tidak ada kekhawatiran akan terjadinya perbuatan yang menyeleweng.[2]
Kemudian bagaimana pula penampilan wanita itu? Jawabannya adalah berpakaian sopan dan menutup aurat, sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas. Mode pakaian tidak dipersoalkan. Asal saja mode itu sudah berlaku umum untuk wanita. Kenyataannya, memang tidak sama antara satu daerah dengan daerah yang lainnya, dan antara satu negara dengan negara lainnya.
Pakaian tipis jelas tidak dibenakan, walaupun lahiriah menutup aurat dan termasuk juga pakaian ketat, yang kelihatan bentuk (lekukan) tubuh secara nyata.
Mengenai pakaian wanita secara umum telah dikemukakan dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْضَرِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوْجَهُنَّ وَلاَيُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوْبِهِنَّ وَلاَ يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ إِلاَّ لِبُعُوْلَتِهِنَّ أَوْ ءَا بَآ ئِهِنَّ أَوْ ءَا بَآءِ بُعُوْ لَتِهِنَّ أَوْأَبْنَآ ئِهِنَّ أَوْ أَبْنَآءِ بًعًولَتِهِنَّ اَوْ إِحْوَنِهِنَّ أَوْ بَنِى إِخْوَنِهِنَّ أَوْ بَنِى أَخَوَاتِهِنَّ أَوْنِسَآئِهِنَّ أَوْمَامَلَكَتْ أَيْمَنُهُنَّ أَوِالتَّبِعِيْنَ غَيْرِ اُوْلِى الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِالطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوْا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَآءِ وَلَا يَضْرؤبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيَعْلمَ مَا يُخْفِيْنَ مِنْ زِيْنَتِهِنَّ وَ تُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيْعًا أَيُّهاالمُؤْمِنُوْنَ لَعَلَّكُمْ تُقْلِحُوْنَ (سورة النور:31)
Katakanlah kepada wanita yang beriman: hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinhinan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan (menghentakkan) kakinya, agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung (An-Nur:31).
Ayat diatas dengan jelas menyebutkan tentang pakaian wanita dan kepda siapa saja yang boleh diperlihatkan perhiasannya itu. Selain daripada itu juga dijelaskan bagaimana harus berpakaian. Jilbab ialah sejenis baju kurung yang lapang yang dapat menutup kepala, muka dan dada.

B.       Hukum Kontes Ratu Kecantikan
Pagelaran kontes kontes ratu kecantikan bagi kaum perempuan dibolehkan oleh syari’ah Islam bila pelaksanaanya sesuai dengan semangat dan tuntunannya. Dibolehkan ini dimkasudkan karena mereka pantas melakukan pagelaran. Namun dibalik kebolehan melakukan pagelaran melakuka itu, Islam melarang pelaksanaan kontes ratu kecantikan, jika dilakukan menyimpang dari tuntunan syari’ahnya.
Bila dilihat dari tujuannya kontes ratu kecantikan kalau dikaitkan dengan agama maka kelihatnnya tidak ada yang menyentuh, apalagi membawa misi Islam. Jika dilihat dari penampilan seperti pelaksanaannya setengah telanjang, karena pakaian yang dikenakan super mini. Pelarangan ini bukan pada kontesnya, melainkan pada modelnya yang mungkin dapat dikatakan bahwa sebagian besar aurat mereka terbuka. Dan mempertontonkannya baik secara perorangan apalagi dihadapan publik. Rosulullah SAW bersabda:
Dari Abi Hurairah ra. Rasulullah SAW. Bersabda bahwa laki-laki tidak melihat aurat laki-laki, dan perempuan tidak boleh melihat aurat perempuan (HR. Muslim).”
Menurut madhab Maliki, aurat perempuan adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Dan menurut madhab Syafi’i dan Hambali bahwa wajah dan kedua telapak tangan bagian dari aurat, karena wajah merupkan alat ukur ketampanan seorang perempuan, pemikat dan merupkan sumbar fitnah apabila tidak dijaga.
Pamer kecantikan, berpakain seraba minim, mengenakan kain tipis serta berjalan lenggak-lenggok, pinggul tergoyang, sudah menjadi mode wanita masa kini. Secara tegas Alah swt melarang kaum wanita berlebihan dalam berhias dan berdandan[3]. Allah telah berfirman:
وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُغْلَمَ مَا يُخْفِيْنَ مِنْ زِيْنَتِهِنَّ (النور: 31)
“ Dan janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan” (An-Nur:31)
Seorang wanita menghentak-hentakkan kaki agar orang lain mengetahui bahwa di pergelangan kakinya memakai perhiasan, adalah dilarang Allah. Sebab yang demikian bila dilihat dari dampaknya, kegiatan ini mengundang fitnah dan membangkitkan nafsu birahi.
Dilihat dari segi kedudukannya, kontes ratu kecantikan adalah suatu aktifitas yang secara jelas tidak ditemukan dalil yang melarangnya, tetapi cara dan penampilannya dalam kontes tersebut diperhadapkan dengan hukum syari’ah. Kenyataanya implikasi dari kontes harapannya untuk meraih penghargaan yang tertinggi sehingga segala cara dilakukan.
Islam mengecam pemakaian pakaian yang secara umum di anggap buruk dan digunakan oleh sebagian mazhab dan agama lain. Islam mengajak setiap muslim untuk berhias dengan sopan.[4]
Para mufasirin menafsirkan sebuah riwayat dari Ibnu Abbas tentang firman Allah:
وَلاَ يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ إِلاَّ مَا ظَهَرَمِنْهَا
“Dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa tampak daripadanya”. (An-Nur:31).
Sebagian mufasirin mengatakan, “telapak tangan, cincin, dan muka”. Riwayat Ibnu Umar menyebutkannya, “wajah dan dua telapak tangan”. Riwayat Anas mengatakan, telapak tangan dan jari”. Ibnu Hazm berkata, semua riwayat ini sangat sahih.” [5]
Berdasrkan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang ditetapkan dalam keputusan fatwa komisi fatwa MUI nomor 287 tahun 2001 tentang pornografi dan pornoaksi.
Dan menurut Kitap Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), misalnya pasal 532 (3) dan pasal 533 (1,2,3,4,5) maka dipidana kurungan selama-lamaya dua bulan atau denda sebanyak-banyaknya tiga ribu rupiah,[6]
Dalam konteks Islam, MUI sudah gamblang menjelaskan keharaman bagi seorang muslim dan muslimah untuk membuka auratnya di depan umum. Jika melanggar, berarti bisa dikategorikan sebagai pornografi. Namun masih ada yang membantah bahwa melarang pornografi adalah kemunafikan, karena pada dasarnya semua orang menyukainya. Benar, secara manusiawi laki-laki tentu sangat menyukai aurat wanita. Apalagi wanita secantik Alya Rohali, Artika Sari Devi, yang menjadi wakil indonesia di ajang miss universe. Di sisi lain, kaum perempuan memang sudah kodratnya selalu ingin tampil cantik dan mempertontonkan kecantikannya.
Islam pun tidak mengekangnya, melainkan mengaturnya. Sehingga, Islam membedakan hukum antara mempertontonkan kecantikan di ruang privat (hayatul khas) dan di ruang publik (hayatul ‘aam).
Laki-laki dipersilahkan menikmati sepuasnya aurat wanita yang halal baginya, dengan catatan di ruang privat. Sebaliknya, wanita juga bebas mengekspresikan kecantikannya, bahkan di hadapan laki-laki sekalipun (yakni suaminya), khusus di privat. Aturan ini bertujuan untuk menjaga kesucian diri, baik laki-laki maupun wanita, menjaga keutuhan keluarga, dan mencegah efek-efek sosial akibat diumbarnya aurat di ruang publik. Bukankah sudah banyak bukti terjadinya perzinaan, perkosaan, pelecehan seksual, perselingkuhan, dll. Salah satunya dipicu oleh merebaknya pornografi dan pornoaksi di ruang publik, baik dalam bentuk pose di media cetak, VCD, televisi, film, musik atau diskotik?
Karena itu, sudah semestinya semua wanita yang melakukan pornoaksi dan pornografi harus dilarang, termasuk pornoaksi yang sering dipertontonkan dalam kontes-kontes kecantikan. Baik itu yang digelar mulai tingkat desa, kabupaten semisal “MOKA” (Mojang & Jajaka di Cianjur), propinsi, nasional sampai setingkat dunia seperti Miss Universe.
Sehubungan dengan konteks Ratu kecantikan yang mmenjadi topik tulisan ini, dikemukakan beberapa pertanyaan.
1.      Apa tujuan diadakan pemilihan ratu kecantikan?
2.      Bagaimana penampilannya?
3.      Apakah ada dampaknya terhadap wanita dan pria?
Kalau pemilihan ratu kecantikan dikaitkan dengan agama maka kelihatannya tidak ada yang menyentuh, apalagi membawa misi agama.
Masalah kontes ratu kecantikan, sebenarnya beberapa tahun yang lalupun pernah dipersoalkan. Ada yang setuju dan ada pula yang tidak setuju (pro dan kontra) pada saat itu, tidak dikaitkan dengan agama, tetapi dilihat dari segi bangsa pantas atau tidak memamerkan anggota tubuh didepan khalayak ramai.  Mungkin timbul ide (pemikiran) karena ikut-ikutan kepada dunia luar, yang mengadakan pemilihan ratu kecantikan itu.
Menurut hemat penulis tujuannya pasti ada, tetapi tidak sesuai dengan agamnya, setelah kita melihat kenyataan yang dilakukan selama ini.
Demikian juga mengenai penampilan, bila cara berpakaiannya tidak menutup aurat, maka hal itu bertentangan dengan firman Allah dan sabda Rasulullahyang telah dikemukakan di atas.
Sebenarnya kalau kita bicarakan tentang penampilan berpakaian bagi wanita maka sama saja hukumnya pada waktu kontes dan dalam kehidupan sehari-hari. Bedanya terletak pada waktu kontes, bersifat khusus dan kecantikannya itu dinilai oleh ddewan juri dengan pesyaratan-persyaratan yang telah disepakati bersama. Bagi umat islam yang menjadikan tolak ukurnya adalah Al-Qur’an dan sunnah Rosulullah, tidak ada pilihan lain, seperti ukuran dada, ukuran panjang, dan sebagainya.
Selanjutnya mengenai dampaknya, menurut hemat penulis tetap ada. Secara langsung atau tidak banyak atau sedikit. Kegiatan itu mengandung fitnah atau membangkitkan nafsu birahi dan yang menjadi sasaran, belum tentu wanita yang ikut kontes kecantikan itu, tetapi mungjin juga wanita-wanita lain yang di pandang cantikoleh orang yang memandangnya.
Sebaiknya dalam persoalan ini, kita berpegang pada kaidah hukum islam سَدُّالذّرِيْعَةِ  (menutup jalan= preventif), sehingga tidak terjadi pelanggaran hukum agam islam.





BAB III
KESIMPULAN

Maka kontes ratu kecantikan mempunyai makna bahwa pertandingan perempuan-perempuan cantik yang kemudian diidentikkan sebagai raja. Tabaruj adalah pamer kecantikan, pakaian, perhiasan, ucapan, dan lenggak-lenggok ketika berjalan di depan kaum lelaki. Apapun dalilnya, berperilaku dan berpakaian merangsang adalah haram hukumya.
Katakanlah kepada wanita yang beriman: hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinhinan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan (menghentakkan) kakinya, agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung (An-Nur:31).
Pamer kecantikan, berpakain seraba minim, mengenakan kain tipis serta berjalan lenggak-lenggok, pinggul tergoyang, sudah menjadi mode wanita masa kini. Secara tegas Alah swt melarang kaum wanita berlebihan dalam berhias dan berdandan



DAFTAR PUSTAKA

Fatwa Majelis, Ulama Indonesia Tentang Pornografi dan Pornoaksi, .Jakarta: Lembaga Informasi nasional. 2003.
Firdaus Al-Halwani, Aba. Selamatkan Dirimu dari Tabaturj Pesan Buat Ukhty Muslimah, Yogyakarta: Al-Mahalli Press. 1995.
Hasan, Ali, M. Masa’il Fiqhiyah Al-Haditsah pada masalah-masalah Kontemporer Hukum Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997.
Jamil, Muhammad & laonso, Hamid. Hukum Islam Alternatif. Jakarta: Restu Ilahi.
Muthahhari, Murtadha. Hijab Gaya Hidup Wanita Islam, Bandung: Mizan. 1997.
Qardhawi, Yusuf. Problematika Islam Masa Kini Qardhawi Menjawab, Bandung: Trigenda Karya, 1995.


[1] Aba Firdaus Al-Halwani, Selamatkan Dirimu dari Tabaturj Pesan Buat Ukhty Muslimah, (Yogyakarta: Al-Mahalli Press. 1995), hal. 14
[2] Murtadha Muthahhari, Hijab Gaya Hidup Wanita Islam, (Bandung:Mizan. 1997), hal. 114,
[3] Aba Firdaus Al-Halwani, Selamatkan Dirimu dari Tabaturj Pesan Buat Ukhty Muslimah, hal. 14-15
[4] Yusuf Qardhawi, Problematika Islam Masa Kini Qardhawi Menjawab.(Bandung: Trigenda Karya, 1995), hal. 471.
[5] Ibid, hal. 475
[6] Fatwa Majelis Ulama Indonesia Tentang Pornografi dan Pornoaksi.(Jakarta: Lembaga Informasi nasional. 2003).